Ketika mendengar kata itu, sosok yang tergambar di benak kita adalah:
Seorang pejabat tinggi dengan pengawalan yang ketat. Seorang pengusaha kaya – konglomerat dengan kapal pribadinya. Sosok ilmuwan - pakar yang disegani dengan buku-buku dan pemikirannya yang dijadikan referensi. Seorang perwira tinggi dengan jabatan strategis. Sosok artis dengan mobil mewah dan perhiasan yang serba wah atau sederetan selebritis lainnya.
Jarang sekali, atau bahkan tak pernah terlintas dibenak kita bahwa sebenarnya kita juga adalah ORANG PENTING. Kita? Ya... kita ! (kalau ditulis ‘Anda’, ‘Aku’ ga ikutan jadi Orang Penting dong..... he..he.. maaf sob anda sedang membaca tulisan admin yang rada-rada. Maksudnya rada-rada pinter dan ganteng. Ups..... sorry itu fitnah..!)
Padahal setiap orang adalah penting, hakekatnya tak ada sosok yang satu lebih penting dari lainnya. Kita sama dengan mereka yang wajahnya kerap muncul di TV, Koran atau Sampul Majalah. Demikian juga dengan orang-orang dilingkungan kita. Siapakah mereka tanpa kita, tapi... siapa pula kita tanpa mereka.
Lalu apa yang membedakannya? Kenapa sebahagian dianggap sebagai ‘orang penting’ sementara lainnya dianggap ‘kurang’ atau bahkan ‘tidak penting’? Apakah admin ingin mengatakan bahwa ini hanya masalah persepsi....? “Oooooo tentu tidaaak..”, jawab admin cepat – sesigap ia melahap pisang goreng didepannya.
Setiap orang punya sesuatu yang bisa ia sumbangkan bagi hidup dan kehidupannya. Setiap orang bisa membuat perbedaan yang positif karena ia dibekali dengan ‘keunikan’ masing-masing. Pastinya setiap orang menginginkan hidupnya lebih bernilai. Hal-hal seperti itulah yang bisa membuat setiap orang menjadi Penting.
Ada orang yang bisa menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, yang mampu memimpin orang lain, yang mau mengajari orang lain bahkan mau melayani orang lain. Mereka juga tidak lebih penting dari orang lain, mereka lakukan itu karena mereka sadar bahwa hidup mereka terlalu penting tuk sekedar disia-sia.
Naah... anda tahukan bahwa setiap orang sebenarnya punya potensi untuk bisa menjadi “penting” hanya saja banyak yang –pura pura-tidak tahu bahkan tidak mau karena beragam alasan, ada juga yang bertanya, “Memang penting ya jadi orang penting...?”. Jawabnya: “Tentu saja”. Bukankah kita kerap melupakan, mengabaikan bahkan memandang sebelah mata hal-hal yang dianggap tidak penting? Bersediakah kita untuk diabaikan, diacuhkan, dilupakan oleh orang sekitar kita padahal kita ada? Jika jawabnya “Tidak”, maka anda adalah orang penting.
Bagaimana kita mengukur seberapa penting kita bagi orang lain atau dengan kata lain adakah indikatornya yang bisa dicerna logika? Mudah saja sob, bayangkan saja sekarang anda meninggal dunia (kalau yang ini ga pake ”kita” hehe.. admin belakangan aja), kira-kira berapa banyak orang yang merasa kehilangan, menyayangkan, menyesali bahkan menangisi kepergian anda? Puluhan, Ratusan, Ribuan orangkah, sebesar itulah pentingnya anda bagi mereka. (Tentu karena jasa-jasa anda terhadap mereka bukan karena anda meninggalkan hutang yang belum sempat dilunasi)
Ada beberapa sebab kenapa orang menjadi tidak atau kurang penting dimata orang lain diantaranya (dan ini paling penting!)
1. Orang tersebut (admin menggunakan kata ‘orang tersebut’ menggantikan kata ‘anda’ tuk hindari amuk massa pembaca) menafikan potensi diri yang sebenarnya datang satu paket dari Sang Maha Pencipta: ‘’Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.’’ (QS. At Tiin: 4) Sebaik-baik bentuk tentu tidak hanya berupa fisik tapi juga mencakup non fisik
2. Atau sebaliknya, orang tersebut menganggap orang lain tidak lebih penting dari dirinya.
2. Atau sebaliknya, orang tersebut menganggap orang lain tidak lebih penting dari dirinya.
Poin pertama.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, jika kita bisa memaksimalkan potensi diri kita yang baik dan super yang telah diberikan oleh-Nya, untuk kebaikan kita dan kemaslahatan bersama maka kitalah orang penting itu.
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. Shahih al-Jami’ no 3289 (Hasan).
Poin Kedua.
Allah Yang Maha Penting- pemilik segala yang penting- senantiasa menghargai (memberi rewards berupa pahala) segala bentuk kontribusi (amal) sekecil apapun yang dikerjakan makhluknya untuk kemaslahatan umat atau makhluk lainnya.
Menyingkirkan paku/beling yang berpotensi untuk mencederai orang lain, diganjar sebagai ibadah. Senyum tulus kita kepada sesama diganjar sebagai sedekah.
Tidak bisakah kita memaknai hal ini sebagai suatu pembelajaran untuk senantiasa menghargai jerih payah atau usaha dan upaya orang lain bagi kita - baik secara langsung atau tidak langsung - sebagai suatu yang juga patut kita hormati dan hargai?
Bagaimana mungkin kita akan dihargai jika kita tidak mampu / mau menghargai orang lain, bagaimana pula kita akan dianggap penting jika tindakan kita selalu meremehkan orang lain. Jadikanlah mereka orang penting maka kitapun akan dianggap penting.
Dengan demikian orang penting seyogyanya adalah orang yang bisa menghargai dirinya sendiri dan orang lain dengan mensyukuri apa yang telah dikaruniakan Allah padanya serta merealisasikan rasa syukurnya dengan senantiasa berbagi, berkontribusi, beramal dengan apa yang ia punya dan bisa.
Jelas, Islam menganggap semua orang adalah penting karena tidak ada ruang sembunyi bagi kita dibalik ketidakmampuan dan keterbatasan kita untuk segera bermanfaat bagi sesama.
Setidaknya, jika kita merasa belum bisa memberi manfaat bagi orang lain, janganlah jadi mudharat, beban atau bahkan musuh bagi mereka, itu sebabnya maka:
Pengusaha kaya yang buron menggondol uang rakyat - pasti bukan orang penting; pejabat tinggi yang ‘menilep’ uang negara – pasti bukan orang penting; penguasa yang berselingkuh atas nama kebenaran demi tercapainya tujuan pribadi atau golongan - pasti bukan orang penting; artis tenar yang menista wanita – pasti bukan orang penting: karena tindakan mereka bukan saja berakibat buruk bagi dirinya tapi juga merugikan bahkan menyengsarakan orang lain.
Maka marilah kita ‘belajar’ menjadi orang penting dengan senantiasa berfikir, berucap, bertindak hanya tuk hal yang penting yang tentunya bermanfaat bagi diri dan sesama.
Rumusnya adalah memberi bukan menerima.
Itu sebabnya Islam mengajarkan kita untuk senantiasa memberi dan berbagi apakah itu berupa Ilmu, Tenaga atau Harta (Zakat, Infaq, Shadaqah) bukan meminta apa lagi mengambil yang bukan haknya.
Lakukanlah semua kebaikan yang dapat anda lakukan, dengan segala kemampuan anda, dengan segala cara yang anda bisa, disegala tempat disetiap saat, kepada semua orang, selama anda bisa (Samuel Wesley)
"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". QS. At Taubah: 105.
Oleh: Ahmad Suganda. Pada 22 Juni 2011 Jam:19.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar