Jumat, 01 Juli 2011

100 Hari Kepergian Mu

Terang dan gelap berputar silih berganti menghiasi hari demi hari, bulan demi bulan hingga tanpa terasa kini telah 100 hari engkau meninggalkan kami. Aku tahu, pastilah kau telah tenang disisi-Nya. Tapi kenangan tentangmu dihati kami tidak akan pernah mati meski tahun telah berganti, tidak akan pernah hilang meski begitu banyak urusan berlalu lalang.

Mengenangmu selalu membuat kedua jendela dunia mengembun, bahwa syukur yang tiada terkira memiliki Ayah sepertimu. Dirimu yang sama sekali tidak materialis, meski engkau adalah pekerja keras untuk menghidupi kami dan memberikan yang terbaik untuk kami. Dirimu sosok yang sangat kuat, meski onak kehidupan tiada henti menghampiri, namun engkau tetap sabar untuk tetap mendidik putra-putrimu yang cukup banyak hingga kami semua dewasa. Dirimu seoarang yang memiliki Tawakkal yang sangat tinggi, apapun yang tengah menimpa, ujian seberat apapun engkau jalani dengan tetap tersenyum dan berpasrah sepenuhnya pada-Nya “Bahwa Dia Maha Adil…”

Kejayaan yang pernah kau alami di masa hidupmu tidak membuatmu gila dunia, tetapi justru semakin menjadikanmu tunduk kepada-Nya. “Harta itu cuma titipan, yang suatu saat bisa diambilnya kembali.”…Begitu juga saat dirimu semakin senja, dan kejayaan mulai pudar, engkau pun tetap tersenyum dan semua tidak menyurutkan ketaqwaanmu padaNya, engkau justru semakin taat.

Ibu selalu mengajarkan padaku untuk belajar yang baik, sekolah setinggi mungkin dan jadi orang sukses. Tapi engkau tidak pernah menuntut kami untuk banyak hal, engkau hanya selalu mengajarkan dan mengingatkan “Jadilah orang yang BAIK dan TAQWA.”….Kalian berdua adalah sosok yang saling melengkapi untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada kami. “Celaka! Orang yang semakin banyak ilmunya, tetapi tidak semakin mendekatkan dirinya kepada-Nya.” Itu katamu.

Kau tampak semakin kurus, setelah Ibu terlebih dahulu dipanggil-Nya. Meski ada saran dari kerabat untukmu menikah lagi, kau selalu tanggapi mereka dengan tersenyum. Cintamu begitu tulus untuk Ibu. “Masih ada anak perempuan, yang bisa merawatku” jawabmu. Engkau habiskan hari-harimu sepeninggal Ibu dengan mengabdikan diri kepada-Nya.

Maafkan aku, yang masih jauuuuh dari kedalaman ilmu mu.
Maafkan aku, yang belum sempat membahagiakanmu.
Maafkan aku, yang belum bisa meneladani kebijaksanaanmu
Maafkan aku, yang belum bisa mencontoh ibadahmu
Maafkan aku, yang mungkin kurang memperhatikan kesehatanmu.


Maafkan aku, yang kemarin tidak cukup memberikan banyak waktu untukmu, karena sering sibuk dengan urusan sendiri. Dan kau, tidak pernah komplain. Meski sering pulang malam, pagi sudah pergi lagi, menyiapkan kebutuhanmu sekadarnya, kau tidak pernah protes. Kepercayaanmu begitu tinggi padaku, bahwa anakmu ini pastilah memilih jalan yang benar, bertanggungjawab atas diriku sendiri, dan bertanggungjawab atas apa yang aku lakukan. Kau tidak pernah protes, engkau hanya sekedar menanyakan ngapain saja dan kemana saja, dan kau selalu menjadi pendengar atas cerita-ceritaku dan kau sangat mengerti. No HP ku terpampang dengan begitu besar di dekat telpon, untuk membantu kedua mata yang telah rabun, jika kau merasa khawatir denganku, kau akan menelponku.

Maafkan aku yang terlalu asik dengan duniaku sehingga sering membiarkanmu sendiri. Maafkan aku yang terlalu enjoy dengan laptopku, sementara mungkin kau membutuhkan teman untuk sekedar ngobrol.

Di malam terakhir kesadaranmu, kau berwasiat “Aku ingin mati seperti nabi Muhammad, yang meninggal tanpa meninggalkan harta. Hartanya telah habis untuk dijariahkan.”…….dan kau mengalaminya.

Masih terlihat jelas dipelupuk mata, saat syakarotul maut menjemputmu. Wajahku ku letakkan di pipimu, dengan mata tertutup, diiringi nafas yang lambat-lambat sebelum akhirnya kau pun pergi dengan tersenyum. Persis seperti 6 tahun yang lalu, saat Ibu mengalami hal yang sama. Dan aku tahu, akupun akan mengalaminya.

Allah, tempatkanlah mereka Ibu dan Bapak disisimu yang paling mulia. Perjuangan mereka luar biasa, pengabdian mereka luar biasa, ketaatan mereka luar biasa. Dan bimbinglah kami untuk meniru keteladanan mereka, agar kami menjadi jalan pahala untuknya yang tiada pernah berhenti. Amin…

Dengan segala kehormatan, ketundukan, dan juga Cinta….
Untuk mu Bapak dan Ibu….
Terimakasih banyak untuk segala yang telah engkau berikan kepada kami, yang jasamu tidak pernah bisa terbayar dengan apapun. Terimakasih, hanya Allah yang mampu membalas semuanya…..

1 April 2010

oleh Zakiyah D. Aziz pada 02 April 2010 jam 5:19

 Catatan Admin tentang Zakiyah D. Aziz:

"Aku kehabisan kata", begitu jawab hati, ketika nalar bertanya: "Apa yg hendak kau tulis tentang Zaki?. Bukan karena ia seorang Religius Novelist -penulis novel religi yang salah satu karyanya telah beredar dengan judul KESUCIAN CINTA- tapi lebih dari itu, ia mampu membahasakan rasa. Itu sebabnya admin kesulitan dan butuh waktu agak lama dalam memilah dan memilih tulisan mana yang hendak diposting.

Kalau pada akhirnya admin menjatuhkan pilihan pada yang anda baca tadi, itu semata karena berharap kita dapat belajar dari ketegaran dan kesabaran Zaki serta ke shalehan dan ketaqwaan orang tua dalam membimbing dan mendidiknya-sungguh suatu "kerjasama" yg mulia dalam satu keluarga yang sakinah, sekaligus admin ingin menunjukkan bahwa dia bukan penulis biasa.

Lihatlah, alur ceritanya jujur tak menggurui, tulus tak harap puji, ia hanya ingin berbagi pengalaman diri tapi... amat dalam menyentuh rasa karena ia bertutur dengan bahasa hati yang ia tuangkan dengan pena bertintakan airmata. Adakah bahasa yang lebih elok dari dialog antar hati? bahkan puisi hanyalah goresan kata  tanpa arti jika diungkap tanpa hati.

Membaca tulisannya seakan ia sedang bertutur didepan kita, meski pedih dan perih tapi berujung bangga dan bahagia karena semua dikemas dalam cinta. Yah, hanya Cinta -cinta pd sesama terutama kepada Tuhannya. meski bukan harta yg diwariskan orangtuanya, tetapi sebenarnya mereka telah mewariskan segala hal baik yg tak kasat mata, dan jauh lebih berharga dari sekedar harta. Inilah sebenarnya mutiara yang tersembunyi dibalik cerita.

Maka jadilah ia sosok Zaki -begitu ia kusapa- yg menyimpan tegar dibalik lembutan hatinya, sabar dibalik teduh matanya, tabah hadapi semua duka, santun dan ceria iringi tutur-kata dan senyumnya, tapi  tetap rendah hati ketika gapai suksesnya.
Lhaa.... kenapa adminnya jd ikut terlena yaa...? ayo kita terusin ta'arufnya. "The Iron Woman' yg lahir di Purwokerto, tgl 6 Februari 1983 ini berhasil menyelesaikan studynya di UNSOED (Agriculture Faculty, Plant Breeding)  ia punya hobbi baca, travelling dan makan. Untuk urusan makan jgn khawatir, ia owner Zaki Catering, urusan travelling pasti suaminya  mas Arif Rh -mereka adalah pengantin baru yg menikah 4 bulan lalu- siap mendampingi.   (Yaaaah kecewa deh jejaka yg baca). Aktifitas lainnya adalah sebagai Headmaster dari playgorup Sabilul Muttaqin di samping tetap menulis novel-novel religinya.
Teruslah berkreasi dan berkarya de' Zaki..., agar bermanfaat bagi sesama dan agama, buatlah orang tuamu bangga dan bahagia dengan segala yang de' punya dan bisa dan jangan lupa berkaryalah hanya untuk-Nya.

"Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". QS. At Taubah: 105. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar