Jumat, 26 Agustus 2011

PROSA: DIMALAM SERIBU BULAN

Suatu Ramadhan di musim Autum....

Dimalam Seribu Bulan
Semburat Tsabit Ramadhan kian menebal...hampir duapertiga. Kini hampir menjadi bulan penuh. Aiih.begitu cepatnya waktu..tahu tahu kini hampir berada di penghujung bulan, rasa rasanya kau baru saja tiba kemarin ya Ramadhan...tahu tahu kita berada dimalam Seribu Bulan, malam penuh ampunan.

Dimalam 27 Ramadhan, suatu Ramadahn dimusim autum, di London, Regent Park Mosque, Rumah Tuhan dengan kubah berpoleskan cat ke-emasan itu tersembunyi dibalik rindangnya pepohonan. Malam dimana seolah kawasan ini padat dijejali ummat multi bangsa dan warna oleh jiwa jiwa yang merindukan Tuhannya.

Jiwa-jiwa yang pasrah dan berserah diri untuk diterima taubatnya, jiwa jiwa yang tengah memelas dan menghiba ke haribaan Tuhan atas dosa dan khilafnya, dengan seratus macam doa dan pinta...malam itu. London menggeliat.

Ke Regent Park Mosque London
Senja itu begitu sembab, karena London baru saja diguyur hujan. Kota dimana aku tinggal terlebih lagi dinginnya, sangat mungkin membuat aku wegah untuk keluar.

Sementara dedaunan yang tak hentinya berguguran tergeletak ditanah, ditrotoar menambah atmosfir melankolis. begitu pula kereta yang kunaiki menuju Victoria, London nyaris basah kena hujan.

Rasa independenku tidak menyebabkan aku urung untuk bergegas seorang diri ke masjid Agung di Regent Park, London.

Sahabatku Kosher mengundang untuk ikutan ke masjid, dimalam ganjil terakhir..ohh aku begitu bersemangat untuk merenung dimalam seribu bulan.

Bis kota berwarna merah yang kunanti tak kunjung tiba..kesabaranku mulia diuji, aku mulai geram karena aku tak mampu bertarawih tepat waktunya. Belasan bis lalu lalang tapi bis no 82 yang kunanti tak juga nampak.

Aku berdiri bersama penumpang lainnya di halte bis di Victoria sambil sekali kali menepis airnya hujan..

" Sungguh heran bis no 16 sudah lalu lalang sekitar 5 bis, bis nomor 36 ada 4..lalu kenapa yang nomor 82 tak juga nampak, tak juga datang? Allah..kenapa hati ini Engkau uji terus? Allah kenapa setiap kerja kerja ma'ruf untukMu, aral selalu merintang" ? gumamku.

Aku lelah menanti - mataku menatap terus mencari nomor 82... sepertinya mataku jadi putih, bola hitam mataku ku jadi terlempar nanar mencari sang bis yang kunanti.
Kuredam geramku, kulafazdkan dzikir tauhidku - dan terus hingga nampak bis 82 diantara iringan bis lainnya. Hatiku bungah, hatiku merekah.

Kini ku berada dibis duduk dikursi paling depan. Ada seorang ibu setangah baya bertanya kalau sang bis melewati masjid di Baker street, lalu minta pada sopir untuk diberitahu. Dengan Inggris yang terbata bata, sopir menjawab' Yes I will give you shout' (akan diberitahu diperhentian bis nanti). Kumenduga si ibu akan ke masjid besar.

Dengan cekatan Ibu Inggris putih disebelahnya bertanya ' Ibu mau ke mesjid kahn? ' si ibu Muslimah mengangguk. "Oh ibu harus turun di Park Road, 2 stop lagi?' Seisi bus, kendati mereka bukan Muslim mereka tahu dimana Mesjid berada, bahkan seisi bus mau bantu si ibu yang berkerudung hitam dengan baju gombrang.'We are going to mosque too' seloroh mereka. Mereka saling memandang dan senyum.

"Iiih mereka baik sekali' fikirku. Mereka tulus menolong. Aku senyum tapi tak faham. Apakah ini karena keluguan si ibu. Ibupun senyum, menyampaikan 'tankyu' lalu duduk disebelahku, dia tersadar kalau aku Muslim. Karena jilbabku mungkin 'Nak mau ke mesjid? tanyanya 'Yaaa..' kataku. '.. kita sama sama ya..' undangnya.

Begitu masjid nampak sang bis berhenti ibu ibu bule Inggris menyilahkan turun pada si ibu " Byeee have nice evening..! ujar mereka..

Kami menyeberangi zebra crossing. Alamaaak indahnya.Trotoar dipadati oleh Muslim, lalu kami masuk kepelataran. Lautan manusia, malam itu sungguh menakjubkan. Tak tua tak muda, semua ada. Pelataran masjid basah sembab oleh rintiknya hujan. Kami menuju bagian perempuan, subhanllah... tak sejengkalpun tersisa, tak sedikitpun ada celah diantara jamaah untuk menyelipkan diri, hingga kami terpaksa membuat syaf baru..

Tarawih sudah dimulai. Aku tertinggal. Kami sholat dibawah pepohonan dengan bulir bulir air hujan dari tetesan yang tersangkut di ranting dan dedaunan. Kami tak peduli dan kami terus saja sholat. Tikar rafia kami basah. Baju kami kuyup. Baraqah menyirami kami.

Tarawih usai akupun bersegera mencari Kosher - tak lama sms berdering. Aku turun dan masuk kedalam ruangan masjid. Kucari dia diantara wajah wajah sholehah yang tengah menyucikan dirinya, membasuh diri diri mereka dari debu debu dosa. Kutemui Kosher. Kami bersholatul lail malam itu hingga menjelang fajar..
---
Kudengar doa dari imam dipenghujung sholat malam..lamat dan lambat doa itu mulai mengusik kisi kisi hatiku. Ujung hampura terkatup..doa doa dari sang Imam kian terasa syahdu, aku menengadah dengan kedua tanganku... dengan segala kepasrahan dan penyerahan totalitas tanpa bersyarat padaMu Ya Rabb.

Mataku mulai menghangat lalu memanas - pelan dan pasti bulir bulir air mata bergulir, terdorong, melonjak dari sudut sudut mataku. Deras tercurah bagai air terjun. Kubersimbah dengan airmata.

Ada sebuah pengakuan. Ada sebuah permohonan ampun dan maaf..lalu kutertunduk malu pilu dan takut.
Apalagi kalau bukan berharap, maghfirahMu dimalam seribu bulan ini.

Sungguh dalam segala ketidak berdayaan, kita ini seperti anai anai, berterbangan tak tentu, tak terkendali, mencari perlindungan, pertolongan dan pegangan.

Ya Rabb limpahkan maghfirah dan RakhmatMu malam ini, suci bersihkan serta ampunilah kami hingga kami kembali fitri.Wahai Allah Pemilik Ramadhan kuberserah diri seutuhnya untukMu. Amien Ya Robbal Alamiin.

London Autum 2006

Oleh Nizma Agustjik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar