Selasa, 23 Agustus 2011

Gemerlap Tanjung Balai Karimun sambut Lailatul Qadr


Disparsenibud Karimun Siapkan Rp36 Juta untuk Lampu Colok
Kamis, 18 Agustus 2011 19:32 WIB | Kesra | Dibaca 50 kali
Oleh: Rusdianto

Karimun (ANTARA News) - Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau menyiapkan uang tunai sebesar Rp36 juta untuk hadiah Festival Lampu Colok pada malam ke-27 Ramadan 1432 H.

''Hadiah uang tunai dengan total Rp36 juta bertujuan untuk memotivasi warga agar bersemangat menyemarakkan lingkungannya dalam Festival Lampu Colok,'' kata Kepala Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya (Disparsenibud) Karimun, Syuryaminsyah di Tanjung Balai Karimun, Kamis.

Tahun ini, kata dia, festival itu dibatasi untuk wilayah Pulau Karimun Besar. 

Pemenang pertama akan mendapatkan hadiah Rp10 juta, pemenang kedua  Rp8 juta, dan ketiga Rp6 juta. Kemudian untuk juara harapan satu, dua dan tiga masing-masing mendapatkan hadiah sebesar Rp5 juta, Rp4 juta dan Rp3 juta.

''Waktu pelaksanaan pada malam ke-26 dan ke-27 Ramadan. Kami telah menunjuk beberapa dewan juri untuk melakukan penilaian terhadap pemasangan gapura dan lampu colok di lingkungan masing-masing. Dewan juri akan menentukan pemenang dengan melihat keindahan gapura dan keserasian pemasangan lampu colok,'' tuturnya.

Festival Lampu Colok, kata dia, merupakan agenda rutin kepariwisataan yang digelar setiap bulan Puasa.

Selain untuk melestarikan budaya tradisional dan menyemarakkan malam Ramadan, kegiatan tersebut diharapkan menjadi daya tarik bagi wisatawan mancanegara untuk datang berkunjung ke Karimun.

''Festival Lampu Colok merupakan tradisi masyarakat Melayu yang harus kita lestarikan. Ini merupakan salah satu aset wisata Kabupaten Karimun,'' ucapnya.

Warga masyarakat membangun gapura berbentuk miniatur masjid, kubah di jalan-jalan yang diterangi lampu colok yang terbuat dari kaleng bekas dengan menggunakan minyak tanah.

Sepanjang jalan di sejumlah pemukiman penduduk semarak dengan api lampu colok yang menyala di kiri kanan jalan.

Setiap tahun, kawasan yang paling semarak dengan api lampu colok yaitu sepanjang Jalan Sei Raya, Kecamatan Meral, Jalan Pertambangan, Jalan Kapling dan pemukiman penduduk hingga Desa Pangke, Kelurahan Pasir Panjang dan Desa Pongkar.

Pemasangan lampu colok merupakan salah satu kepercayaan masyarakat dalam menyambut malam Lailatul Qadar, malam yang menurut ajaran Islam memiliki keutamaan dibandingkan malam-malam dalam seribu bulan.

Pada malam itu, Allah mengutus malaikatnya ke bumi untuk mendoakan dan memberikan syafaat bagi umat Islam yang berpuasa.

(ANT-RD/Btm1)

Sumber tulisan:
http://kepri.antaranews.com/berita/18152/disparsenibud-karimun-siapkan-rp36-juta-untuk-lampu-colok

Sumber utama:
Zahra El Humaira

Zahra di ruang siar, kali ini  'not in action', caught you ! 
Catatan dari admin:

Ada 3 (tiga) narasumber berbeda untuk satu posting catatan ini, yakni dari kepri.antaranews.com (catatan diatas) foto-foto (lupa alamat URLnya) dan utamanya tentu dari seorang Zahra El Humaira yang memberi semua info dan alamat diatas. 

"Sedang melihat persiapan lomba kak," katanya singkat, ketika kemarin admin menghubunginya. "17 Agustus-kan sudah lewat, lomba apalagi nih," tanya admin penasaran. Dengan sabar dan gaya bertuturnya sebagai seorang penyiar de' Zara menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang admin ajukan. 

Letak pulau Karimun yang lebih dekat dengan Singapure dan Malaysia ini membuat penduduknya lebih akrab dengan bahasa Melayu, sehingga terkadang admin terkendala dengan istilah-istilah yang agak asing di telinga. Lampu Colok misalnya, "sek tho ndook...., Lampu Colok kui makhluk opo neh," tanya admin pura-pura jago bahasa jawa. Ooo.. ternyata yang dimaksud itu adalah semacam Lentera, lampu templok (Betawi),  damar (Sunda) sejenis lampu penerang dari kaleng bekas berbahan bakar minyak tanah. 

Di Karimun ini ada tradisi yang unik dalam menyambut datangnya malam Lailatul Qadar, masyarakat berlomba tuk menghias kampungnya masing-masing dengan membuat gapura dan penerangan jalan menggunakan lampu colok seindah mungkin, pemda -- dalam hal ini Disparsenibud Karimun -- mensupportnya dengan menyediakan hadiah bagi pemenang festival dengan kriteria tertentu diantaranya keindahan dan keserasian- yang akan diumumkan pada malam 27 Ramadhan. 

Semula admin menanggapi dingin saja ketika de' Zara menyodorkan belasan foto (tahun lalu) gapura, jembatan, jalan, yang menghias malamnya Karimun dengan gemerlap cahaya -- kalau seperti itu di Jakarta tak kalah semarak kata admin dalam hati. "Untuk yang dikota, listriknya gratis dong?," tanya admin ringan. Seketika perasaan itu berubah, ada rasa tak percaya, heran, salut berbaur jadi satu demi menyimak jawabnya, "Yang di foto-foto itu semuanya menggunakan Lampu Colok kak, bukan listrik!." 

Subhanallaah.... sungguh indah, kreatif, eksotik entah semburat kata apalagi yang terlontar kagum, demi melihat karya saudara-saudara kita disana dalam menyambut tamu agung di bulan Ramadhan, malam Lailatul Qadar. "Kalau semuanya menggunakan Lampu Colok yang notabene menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya, bagaimana kalau minyaknya habis,?" kejar admin masih terheran-heran, membayangkan berapa ribu lampu yg harus diisi ulang dengan minyak tanah. "Lampu Colok itu dipasang sore hari, lalu jam 23.00 diturunkan untuk diisi minyak lagi, nah besoknya kembali dipasang, begitu..." kata cah ayu ini bertutur sabar layaknya bu guru TK yang sedang berdialog dengan anak didiknya. Kali ini admin yang agak JAIM, urung bertanya lebih lanjut tentang bagaimana mereka meletakan lampu-lampu tersebut di Gapura yg tinggi sementara dibawahnya banyak kendaraan berlalu-lalang dsb. yang admin tahu adalah bahwa sarana dan prasarananya semua hasil gotong-royong masyarakat setempat.

Karena hal ini menyangkut adat dan tradisi masyarakat setempat, tentu saja catatan diatas berada dalam Ranah Budaya, sehingga tentunya akan TIDAK RELEVAN jika kita bertanya, benarkah cara menyambut Lailatul Qadar seperti itu?

Sahabat pembaca, admin tidak ingin terjebak pada pertanyaan yang menjustifikasi  dan memang blog ini tidak diperuntukan untuk hal-hal seperti itu. Satu hal yang perlu kita renungkan adalah, bahwa apa yang kita katakan, apa yang kita lakukan adalah cemin dari hati kita. Jika kita bersepakat tentang hal ini, maka: Semangat gotong-royong dan keikhlasan masyarakat disana -- yang bersedia berbagi dan memberi -- baik berupa finansial, tenaga atau pikiran demi menyemarakan bulan Ramadhan khususnya menyambut malam Lailatul Qadar harus diartikan sebagai cermin "Kerinduan Hati" mereka akan pahala malam 1000 bulan yang dijanjikan-Nya, bukan 10 juta rupiah yang dijanjikan Pemda.

Akhirnya dengan rasa hormat pada masyarakat Karimun dan Pemda yang telah memotivasi mereka, admin berharap agar catatan ini dapat memotivasi kita tuk setidaknya lebih gigih lagi menyambut dan berusaha mendapat berkah serta karunia malam yang dijanjikan-Nya.

Demikian sedikit ulasan dari admin semoga bermanfaat adanya dan  terimakasih tuk adikku Zahra El Humaira  yang telah sudi berbagi infonya semoga menjadi catatan kebaikan untuknya.

Bagi yang ingin mengenal lebih dekat dengan Zahra silakan  ~Klik Disini~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar