Jumat, 29 Juli 2011

Ramadhanku Bersama Sang Mentari

(Ini adalah catatan pengalaman ramadhan seorang sahabat - mba' Icha panggilannya- di Norwegia tahun  2010, semoga bermanfaat)

Mba' Icha & Fatih (5 thn) di Haugesund, Norwegia
Subhanallah... Tak terasa Ramadhan sudah menginjak hari ke-12! Betapa cepat waktu seakan terbang di awang - awang. Betapa berat terasa berpuasa di awalnya, di musim panas, di negeri ujung bumi, di mana matahari tetap bersinar selama 18 jam sehari. Sesuatu yang tak terbayangkan sebelumnya. Sesuatu yang kunantikan dengan hati penuh debar dan sedikit khawatir, akankah aku kuat dan tawakkal menjalani semua ibadah di bulan suci ini tanpa mengeluh, dengan penuh kesabaran dan semangat, dan juga tetap sehat?

Alhamdulillah... sampai saat ini Allah masih melindungi kami semua. Puasa tetap dijalani dengan baik. Ibadah Ramadhan bisa ditegakkan. Lapar dan haus itu biasa, namanya juga orang puasa. Tapi kalau sudah niat, godaan apapun yang ada di depan mata dan hati, insya Allah tak akan menggoyahkan semangat kita. Bukan begitu?

Alhamdulillah... sampai hari ini kami tidak pernah melewatkan waktu berbuka puasa meskipun dengan mata terkantuk - kantuk dan badan sedikit lemas pada pukul 22.00. Berbuka tetap dengan semangat yang sama seperti Ramadhan sebelum - sebelumnya, walaupun dengan menu sederhana. Hikmah yang kurasakan dengan berpuasa di musim panas, saat berbuka tidak ada hidangan yang begitu banyak sehingga membuat meja makan penuh sesak. Yang berpuasa di rumah kami cuma 2 orang. Saat jam berbuka tiba, tenggorokan langsung terasa segar dengan diguyur segelas air putih, es melon serut dan jus buah. Cuma tersisa sedikit ruang di perut ini. Bagiku, setangkup sandwich ayam atau tuna dan sebuah pisang cukuplah untuk mengakhiri malam (lagipula aku sudah terbiasa tak makan malam selama 2 tahun terakhir). Suamiku memilih untuk makan malam seperti biasa. 
Setelah mengistiratkan perut sejenak, kami meneruskan sisa malam dengan sholat maghrib berjamaah dan bertadarrus sembari menunggu waktu isya'.
Setelah isya', tarawih dan tadarrus lagi, sekitar pukul 23.30 barulah kami benar - benar beristirahat.

Alhamdulillah... meskipun tidur malam cuma sekejap, kami belum pernah melewatkan bagun untuk sahur pukul 04.00. Karena makanan yang akan disantap sudah kusiapkan di piring kami masing - masing dan disimpan di kulkas malam sebelumnya, pada saat akan sahur kami tinggal memanaskannya di microwave dan langsung bersantap. Praktis, jadi tak banyak cucian setelah makan :-). Biasanya sahur kami akhiri a la unta: minum air putih sebanyak - banyaknya untuk perjalanan panjang melintasi gurun pasir... Ehm, maksudnya agar kami tidak terkena dehidrasi mengingat waktu puasa yang cukup panjang.
Setelah sahur, kami lanjutkan dengan sholat subuh berjamaah dan mengaji sebentar. Setelahnya suamiku langsung kembali beristirahat hingga pukul 06.30 untuk mandi dan kemudian berangkat ke kantor.
Bagaimana denganku? Aku langsung mandi dan mempersiapkan sarapan si kecil dan perlengkapannya ke sekolah, dan perlengkapanku untuk les bahasa juga.
Setelahnya, giliran si kecil yang kumandikan, kemudian aku menemaninya sarapan.
Pukul 07.00, rumah seketika sepi karena penghuninya pergi ke tempat kesibukan masing - masing. Suami kerja. Aku mengantarkan jagoanku ke PG-nya. Kalau masih ada waktu sebelum les, biasanya aku sempatkan pulang untuk mengerjakan PR: sholat dhuha, bersih - bersih rumah, atau masak, kalau memang sempat. Kemudian aku berangkat ke tempat les dan belajar memahami bahasa orang setempat (yang sungguh susah dan ajaib) sampai menjelang petang. Setelahnya tentu saja aku tak boleh langsung pulang, karena pangeran kecil sudah setia menunggu di pagar sekolahnya untuk kujemput. Setelah itu barulah kami pulang dan beristirahat sejenak.
O ya. Meskipun jagoanku sekolah seharian, aku tak khawatir dia akan kelaparan, karena di sana dia makan 3 kali sehari. Kalau saat pulang ke rumah dia masih lapar, dia akan makan lagi (untuk keempat kalinya!).
Setelah beristirahat sejenak dua jenak, aku sholat dhuhur, mengaji, dan kemudian masak (kalau paginya tak sempat masak). Setelah itu, biasanya aku akan mengerjakan PR dari tempat les, kemudian menemani si kecil bermain dan belajar, sambil menunggu suami pulang.

Alhamdulillah... malam - malam Ramadhan tak pernah kami lewati dengan bermuram durja. Begitu banyak kegiatan yang bisa kami lakukan. Setelah si kecil makan malam, minum susu dan menggosok gigi, aku menemaninya menjelang waktu tidur dengan mendongeng, bernyanyi, dan mendengarkan dia melafalkan syahadat, Rukun Islam, sholawat, Al Fatihah, An Nas, Al Ikhlas, dan menghafalkan nama - nama Nabi dan Rasul. Biasanya kemudian pangeran kecilku akan benar - benar mengantuk dan terlelap.
Rampung dengan kegiatan ini, aku kemudian lanjut dengan sholat asar dan bertadarrus lagi. Kalau tak mengantuk, setelahnya aku sempatkan menonton TV atau mengobrol dengan suami. Tapi kalau mata ini tak bisa diajak kompromi, aku akan memberi kesempatan tubuhku untuk rebahan dan istirahat sebentar. Tidurnya orang yang berpuasa juga dinilai sebagai ibadah 'kan?
Rutinitas berbuka dan selanjutnya sama dengan hari sebelumnya. Dan setelah lebih sepuluh hari menjalankan Ramadhan di sini, semua menjadi hal biasa; dalam arti bukan lagi menjadi beban. Kami menjalaninya seolah - olah kami tidak sedang berpuasa karena mekanisme tubuh kami sudah terbiasa dengan rutinitas barunya.

Alhamdulillah... meskipun melelahkan, kami tidak merasa bosan atau menyerah dengan Ramadhan yang panjang ini. Selalu ada variasi yang membuat kami bisa bersantai. Akhir minggu adalah contoh di mana kami bisa "leyeh - leyeh" tanpa diburu waktu karena padatnya kegiatan.
Contoh lainnya, sudah dua hari ini aku dapat dispensasi dari-Nya untuk tidak berpuasa :-). Alhamdulillah, libur puasa kali ini, di negeri empat musim seperti ini, berarti bonus untuk perempuan muslimah. Kenapa? Meskipun kami harus bersusah payah menahan lapar dan haus 17-18 jam sehari selama Ramadhan di musim panas, kami bisa membayarnya nanti di musim dingin, di mana siang amatlah singkat; hanya sekitar 8-9 jam. Ini baru namanya bonus :-).

Alhamdulillah... Dia memang Maha Baik, Maha Pengatur dan Maha Penguasa. Menurut orang - orang nonmuslim, berpuasa untuk jangka waktu yang panjang sebulan penuh, setiap tahun,sepertinya sulit diterima nalar. Kamu tidak lapar atau haus? Tidak lemas? Tidak sakit? Baikkah untuk kesehatan? Semua muslim harus puasa? Bagaimana dengan orang sakit? Anak kecil? Daftar pertanyaannya akan terus berlanjut. Bagiku dan kaum muslim di negeri nonmuslim, ini adalah kesempatan baik untuk menjelaskan dan memperkenalkan keindahan dan kebaikan Islam. Ternyata Allah memang menciptakan manusia sedemikian rupa dengan mekanisme yang sungguh rumit, yang memungkinkan kita bisa menahan kebutuhan makan dan minum secara kontinyu dalam batas manusiawi, namun tetap sehat dan bisa beraktivitas normal.

Subhanallah... alhamdulillah... Allahu akbar...! Cuma kata - kata itu yang bisa terucap bila kita merenungi betapa baik dan sayangnya Dia kepada kita semua.
"...Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?..." (Q.S Ar-Rahman :53).
Jadi, untuk kita yang sehat wal'afiat, tak ada alasan untuk tidak bersemangat melanjutkan puasa 'kan? Jangan sia - siakan kesempatan emas untuk melipatgandakan pahala di bulan suci ini. Tidak ada waktu untuk bermalas - malasan, marah atau melakukan kegiatan tak bermanfaat.

Sebentar lagi Ramadhan akan meninggalkan kita. Jangan sampai perpisahan dengannya nanti membawa penyesalan di hati: kenapa aku tidak maksimal beribadah? Kenapa aku banyak marah? Kenapa aku banyak bergosip, berdusta, dan seterusnya? Masih ada waktu...

Mari tetap semangat dan luruskan niat!

oleh Savitry 'Icha' Khairunnisa pada 22 Agustus 2010 jam 14:41

Catatan admin tentang penulis:

Mba' Icha pernah menulis di blog ini tentang:

untuk kenal lebih dekat lagi dengannya, silahkan klik tautan berupa judul tulisannya diatas.

Terimakasih mba' Icha, kami disini masih menunggu tulisan berikutnya, baik tentang pengalaman ramadhannya tahun ini ataupun note lainnya. 

Salam tuk keluarga di Norwegia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar