Minggu, 17 Juli 2011

Kami yang Terdzolimi

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), “Janganlah kamu merasa  takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”

“Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) didalamnya apa yang kamu minta. 

Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS 41:30-32)



‘Ayat-ayat ini justru membuatku terlipur dari lara yang berkepanjangan,  kendati air mataku hampir meloroh turun,  lalu aku bertanya balik seakan ada dialog dengan Tuhanku:

‘Tapi Tuhan, kami sudah tidak lagi merasakan sedih,  keperihpedihan hati kami kini  menebal dan kami kini  dengan derita duka kami,  air mata ini ‘tlah terkuras habis, tak lagi tersisa.

“Kalaupun ada, mungkin  ini sebagai pelepas duka lara kami, sebagai pelerai rasa galau dan geram kami atau barangkali sebagai pembilas dosa-dosa dan salah kami, atau.. andaikan ada mungkin bening airmata itu kini memerah menjadi darah”.

“ Ya Rabb kemarin ..kami  masih mampu bertahan dan  kaki-kaki kami masih kokoh menopang tubuh kami, berpijak dibumiMu ini, berpegang pada tali kendali TauhidMu, bersandar pada dinding kesabaran dan tawaqal yang Engkau patrikan pada nurani kami, menahan lapar akan keadilan, meredam haus akan kebijaksanaan ya Rabb..namun hingga kapankah?

“Ya Allah Engkau menyuruh kami untuk selalu  saling mendoakan saudara kami, pemimpim-pemimpin dan wakil-wakil kami, anak dan istri kami, semua.  Sudah ..sudah ya Rabb, sudah kami panjatkan. Namun sepertinya  doa ini tidak pernah menerpa dinding kalbu para ibu-ibu  pembesar kami,  tidak juga menyentuh atau menyelinap disela sela hati mereka, juga untuk para elite serta menteri-menteri dan presiden kami yang tengah duduk dikursi kekuasaan berpoleskan mas dan perunggu, wakil-wakil kami yang konon mewakili dan mengataskan kami  sibuk study-banding keluar negeri sambil membawa pesanan para istri untuk mencarikan  Gucci, Luivitton, Escada,  atau sibuk bersidang di kursi-kursi empuk berjok empuk berselimutkan  beledru dan satin, ah sampaikah doa-doa kami ini?

“Ya Allah engkau kirimkankah malaikat-malaikatMu ke-atap atap gubuk kami yang reyot digang gang kami yang pengap dan gelap agar mereka mendengarkan dan mencatat desah desah keputusasaaan kami, keluh kesah dan pengaduan kami yang terdzalimi, kami yang yang tak berdaya dan terpedaya oleh janji janji belaka. Mungkinkah desah doa kami  tak ubahnya bagai semut-semut kecil hitam merayap dibatu batu yang buram, hitam, dimalam kelam atau tergilas oleh kemilaunya Baby Benz, Roll Royce, Jaguar dan BMW?”.

‘Oh, Tuhanku jangan - jangan Engkau bosan mendengar keluh kesah dan pengaduan kami. Jangan-jangan Engkau jera dengan tangis kami hingga kami didera oleh selaksa musibah. Lalu kemana lagi mengaduh, kemana lagi kami berpaling dan bersandar, kalau bukan kepadamu ya Rabb”.

‘Rumah sementara kami yang  kumuh di pinggiran kali kemarin kini telah lenyap diserap banjir,  hingga kini kami masih mencari lahan sekedar untuk berteduh sambil hati was-was jangan jangan aparat datang menggusur kami, menghardik kami. Hingga kini kami tak mampu menyatakan diri bahwa kami ‘Miskin dan papa’ mereka tak menerima sogokan untuk membuat surat bahwa kami miskin,  karena kami tak ada atap rumah layak untuk menetap sehingga kami tak berhak mendapatkan ‘Surat Keterangan Miskin’. Bukankah ini sesuatu yang tragis ?

“Ya Raab bukanlah pilihan kami untuk miskin dan jelata. Bukan kehendak kami untuk menjadi mahluk yang hina papa bahkan  lebih papa dari saudara kami di Cina sana. Bukanlah kehendak kami untuk menjadi mahluk yang termiskin dan tak ada harga diri, mungkin diri kami ini lebih baik dari anjing anjing liar kurus  atau burung unggas yang bebas menukik mencari makan ditempat sampah, tanpak hardikan satpam dan polisi. Sedang kami?

‘Ya Allah bagaimana  kami  bisa mendapatkan jannahMu, sedang hati ini teriris pedih, sakit ini kami emban puluhan tahun. Setiap hari kami menanti penuh harap akan hak kami yang tak terpenuhi, hak kami yang terinjak injak,  hak kami yang termaktub dalam undang undang itu tak terbuktikan, amanah itu telah mereka abaikan dengan menjual atas nama kami,  Rakyat miskin Indonesia. Kemiskinan kami semata untuk jadi bahan diskusi, wacana, riset, study banding, lalu dibukukan, lalu dipresentasikan, didokumentasikan dalam bentuk PDF atau lainnya dengan potret potret kemiskinan kami, kami lapar, kami haus keadilan...Ya Illahiii’.

‘Kalau esok lusa kami menemuiMu ya Rabb, maka masukkan kami walau dalam emperan jannahMu, pendarkan bau syurgaMu walau dari jauh, satukan kami dengan para dhu'afa, para miskin yang hina papa yang telah dengan sabarnya melakoni kehidupan dengan selaksa derita dan lara dengan Tauhidmu, temukan kami dengan  Rasul kecintaan kami serta para sahabat yang hirau  dengan yang miskin dan papa.  Kutitipkan anak  dan cucu kami agar mereka lebih sholeh dan tegar dari kami serta istiqomah. Aamien.

---
Dulu waktu Rasulullah membacakan ayat Fushshilat:30 itu kepada sahabatnya, Abu Bakar Ash-Shidiq, maka Abu Bakar berkomentar,

"Alangkah indahnya ayat ini ya Rasul Allah!" 

Nabi SAW menjawab :
"Nanti (di akhir hayatmu) akan ada malaikat yang akan membisikkan  ayat ini ke telingamu!"
Ya, berbahagialah orang-orang shalih yang kepadanya malaikat membacakan ayat ini kelak ke telinga mereka pada akhir hayatnya.


Allahu ‘alam bishawab

(Al Shahida)

Oleh Nizma Agustjik pada 27 Oktober 2010 jam 16:20

Catatan admin tentang Nizma Agustjik dan tulisannya:

Sosok wanita yang kukagumi ini, memang amat membanggakan betapa tidak, ketika para elite dan pejabat terlelap, terbuai oleh segala fasilitas yang didapat dari cucuran keringat para jelata lalu abaikan begitu saja getir dan pedih  mereka yang tampak jelas didepan mata, dia berteriak lantang representasikan suara dhu'afa. Tak peduli betapa jauh jarak berhingga, tak peduli siapa yang dengar jeritnya, tak peduli jika mereka takkan menggubrisnya. Yang dia tahu bahwa banyak orang yang dirampas hak hidupnya, dia tahu bahwa para jelata tlah kehabisan kata, bahkan tuk sekedar do'a.

Dia sosok yang benci kebohongan, kemunafikan juga kemiskinan seperti kita (?) bedanya, dia tak sampai hati demi melihat seseorang terpaksa mengais sarapan paginya di tempat sampah orang berpunya berebut dengan kucing-kucing peliharaan tetangga.  

Kita...? Ooooo jangan khawatir, kita masih punya stock bangga dan tawa yang banyak tuk  menonton penderitaan mereka tanpa sedikitpun rasa iba karena itu salah mereka. 

Masih disini, dinegeri yang kami cintai dan banggakan. Orang harus menutup hidung jika menyusuri lorong sempit di perkampungan kumuh, sementara lengan satunya sibuk mengibas lalat yang berusaha mendekat karena penasaran pada wangi parfum yang melekat. Masih disini, di negeri yang kami cintai dan banggakan. Ada prasyarat lain jika ingin jadi penguasa, bukan cuma terampil menutup hidung, tapi juga pandai menutup telinga dan mata, pada level tertentu bahkan sekaligus mata hatinya.

Teteh Nizma yang tinggal jauh dari kita, London tepatnya. Adalah sosok yang peduli dengan sesama. Melihat dan mendengar jelas derita para papa. Berusaha tuk sekedar meringankan beban mereka, tapi bagaimana caranya?  Dia seorang muslimah yang taat Tuhannya, percaya bahwa Allah tak pernah terlelap menunggu pengaduan para hamba. Diapun mencoba berdialog dengan Sang Maha Raja atasnamakan para jelata yang tak berdaya. 

Seperti diataslah pengaduannya.

Jelang ramadhan yang mulia, bulan dimana kita dapat rasakan sedikit derita mereka dalam menahan lapar dan dahaga, marilah kita latih indra tuk mampu membau rasa, melihat derita sesama, mendengar keluh kesah mereka kemudian cairkan kebekuan hati dan ulurkan tangan, bantu mereka semampu kita. 

Karena puasa tinggallah nama jika kita berbuka disebelah tetangga yang berlinang airmata karena tak ada makanan tersedia. 

Haturnuhun teteh... atas tulisannya yang inspiratif dan kontemplatif juga tuk kesediaannya berbagi kisah ramadhannya nanti di tengah segala kesibukannya di kota London. Semoga ini menjadi catatan pahala untuknya dan bermanfaat bagi pembaca. 

Wassalam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar