Senin, 17 Oktober 2011

JALAN PENUH RAHMAT

Bagai kerontang pepohonan karena kemarau panjang, sebagian manusia di bumi pertiwi kini sedang dahaga rohani. Lebih dari sekedar formalitas ritual agama. Kekecewaan demi kekecewaan menunjukan dengan jelas adanya sesuatu yang salah dengan fondasi hidup kita, yang harus segera dibenahi . Penderitaan yang mendera sebagian besar masyarakat  memproyeksikan dengan nyata bahwa ada sesuatu yang melenceng dari persepsi kita terhadap hakekat hidup.

Ditengah kemelut ketidakpuasan, hasutan, kerusuhan, penghancuran, kejahatan, degradasi moral dsb, kita merasa semakin takut, cemas, gelisah atau setidaknya khawatir, takut kehilangan pekerjaan, khawatir tak naik pangkat, cemas dan gelisah memikirkan masa depan yang belum dijalani sampai rasa takut pada kematian. Hari demi hari  semakin mesra kita mencumbu rasa itu.

Tangan kita mungkin bersih dari tindak perusakan, kejahatan, korupsi dll., tapi disisi lain, toh kadang terselip kebencian, kegelisahan, kemarahan, kecemburuan  dalam hati yang selalu kita sembunyikan dibalik “topeng” kepasrahan semu yang berbalut prasangka.

Stop, segala kegilaan ini! Mari kita peluk kegilaan lain: Gila Cinta Kasih.

Susuri kembali jalan-Nya karena Dialah sumber dari segala Cinta yang dapat menjadi penyembuh bagi segala kegalauan rohani kita itu.

Memang nuansa hidup senantiasa tergantung pada rona “kacamata” yang kita pasang. 
"Kacamata" kelabu mengubah segala sesuatu tampak kelabu. Hidup-pun tertatap suram. 
“Kacamata” bening menjadikan segala sesuatu tampak serba cerah. Hiduppun terpantul indah. 
“Kacamata buruk-sangka dan kebencian menjerumuskan kita kedalam hidup penuh rasa dendam dan curiga.
“Kacamata” kedamaian akan membimbing kita kedalam hidup penuh ketentraman.

Hidup tentu menjadi baik kalau dipandang dari sudut yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri, berpikir baik tentang orang lain, berpikir baik tentang keadaan, berpikir baik tentang lingkungan dan jauh lebih penting berpikir baik tentang Tuhan.

Berpikir baik niscaya berbuah baik, relasi antar anggota keluarga dipenuhi kehangatan, relasi antar kawan diwarnai rasa saling percaya, relasi antar tetangga dijalin keakraban, terlebih penting hubungan dengan Tuhan menjadi semakin akrab dan mesra. Hingga pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, dunia menjadi ramah dan hiduppun menjadi indah.   

Mungkin dibenak anda  mengatakan ini:
“Aah... itukan hanya teori!” atau
“Gampang tuk mengatakan, tapi mempraktekkannya itu bukan hal mudah”

Maaf kali ini saya yang berburuk sangka- tapi jika benar, maka akan lebih baik jika kita ganti dengan berbaik-sangka, sentiasa berpikir positif yang berbuah rasa optimis. Hal itu hanya dapat tumbuh dan berkembang jika kita mau memupuknya dengan rasa syukur. Syukuri apapun yang dianugerahkan-Nya pada kita, serta yakini  bahwa itu yang terbaik tuk kita, itulah berbaik-sangka. 

Percayalah, jika kita mau mensyukuri apapun yg diberikan-Nya niscaya “dengan senang hati” DIA kan menambah nikmatNya.

Kufur nikmat (kebalikan dari Syukur) hanya akan menimbulkan ketidak puasan atas apapun yang diperoleh hingga melahirkan kemiskinan jiwa (tak pernah merasa cukup) yang menjadi cikal-bakal tamak dan serakah, ria dan pamer, hasad dan hasut, iri dan dengki, galau dan benci, ego dan masabodo bahkan perselisihan dan permusuhan hingga pada gilirannya bertekad mengupayakan segala cara dan menghalalkan segala upaya demi meraih si Cita Maya, bukan Cinta Nyata dari yang Maha Kaya. 

Ingat! Harta kita sebenarnya adalah apa yang kita derma dan amalkan bukan apa yang kita genggam, karena apapun dalam genggaman kita adalah pinjaman dan karenanya, apapun dalam genggaman kita kelak akan kita kembalikan, hanya derma dan amal yang kan setia menemani perjalanan jiwa kita menuju keharibaanNya. 


Begitulah Titah Sang Pemilik Cinta, maka Cintapun sejatinya adalah memberi bukan senantiasa meminta. Jika Tuhan dengan segenap CintaNya senantiasa memberi dan dengan Rahman dan RahimNya mempersilahkan manusia tuk meminta apa saja kepadaNya, maka apa balasan cinta kita untukNya? Patutkah kita balas cintaNya dengan sajikan keluh berbalut kesah kehadapanNya? Atau bahkan berburuk sangka atas segala pemberian dan karuniaNya? Pikirkan dan renungkanlah, sebelum terlambat menyadarinya!

Sebaliknya, bersyukur atas apa yang dianugerahkan-Nya-menjadikan kita jiwa yang kaya (merasa puas akan karuniaNya), “cukup hanya Dia sebagai penolong kita” sehingga kita dapat berlepas dari ketergantungan kepada manusia dalam meminta, disisi lain rasa syukur tidak membatasi kreatifitas dan aktifitas seseorang karena keduanya adalah ranah upaya manusia bahkan Tuhan dalam banyak ayatNya senantiasa mendorong manusia tuk kreatif dalam berupaya setelah berdo’a tuk kemudian pasrahkan segala hasil kepadaNya dan biarkan Dia Yang Maha Tahu menilainya (Tawakal), lalu bersyukur sajalahlah jangan pikirkan hasilnya. 

Banyak orang terjebak tuk juga memikirkan hasilnya-yang notabene bukan hak dan kewenangannya-hingga tak ada waktu baginya tuk sekedar bersyukur. Jika hasilnya kurang baik, perbaikilah; jika kurang sempurna, sempurnakanlah krn Dia mengajarkan kita untuk tak mudah berputus asa - tapi jangan pernah hilangkan rasa syukur itu.  Hal inilah yang kan terlihat jika kita kenakan “kacamata” baik sangka, yang menghembuskan atmosfir kesejukan jiwa, memupuk kerendahan hati, mengembangkankan semangat diri dan pada gilirannya dapat menumbuhkan bunga keCintaan kepada yang memberi, Yang Maha Rahman dan Rahim.

Bukankah ketika kita mencintai seseorang, tak ada cela apalagi aib yang nampak dalam pandangan kita, semua akan terlihat begitu baik, begitu indah, begitu menarik, begitu cantik hingga senantiasa menumbuhkan putik kemesraan dan bunga kerinduan akan kehadirannya dipucuk penantian kita... hanya kata manis bermadu dan puja segenap jiwa yang keluar dari bibir kita, pinta sang kekasih bak api pengobar semangat kita tuk meraih apapun inginnya, hingga tak berat rasanya memberikan apapun yang kita miliki tuk orang yang kita cintai-hanya ada keikhlasan, kepuasan dan kebahagiaan yang menyertai. Begitulah jika  kita kenakan “kacamata” cinta, begitu pula seyogyanya cara kita mencintaiNya.

Besyukur atas keadaan kita amatlah penting, karena Tuhan maha tahu atas diri kita, dan sebaliknya kita tak pernah tahu apa yang direncanakan-Nya. Maka kenakan “kacamata” cintamu, dan lihatlah Jalan Penuh Rahmat.

Linggarjati, 161011
AS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar