Sabtu, 30 Juni 2012

CINTA: Racun ataukah Obat ?

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAH WABARAKATUH


Setiap manusia pasti mendambakan kebahagiaan. Dan tentu saja untuk memperolehnya diperlukan ikhtiar. Lalu, ikhtiar seperti apakah sehingga kita dapat memperolehnya ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, simak pengandaian berikut. Diandaikan kepala kita pusing, tentu saja tidak serta merta kita langsung minum obat pusing. Tanpa mengetahui penyebab pusing, sudah pasti jenis berbagai obat pusing belum tentu tepat. Mengetahui penyebab adalah langkah awal sebelum menentukan langkah berikutnya. Begitu pula tentang kebahagiaan. Bertitik-tolak dari hal tersebut, kiranya dapat ditarik rumusan ”apa penyebab manusiaa tidak bahagia ?

Menurut Ibn Miskawaih, bahwa kesedihan manusia lebih disebabkan oleh dua hal, yaitu “Fudhul al-Mahbub wa Fudhul al-Mathlub” (hilangnya yang dicinta, dan lepasnya yang didamba). Setujukah ? Marilah kita selidiki bersama ! Jika kita kehilangan sesuatu yang kita cintai, tentu saja sedih. Dan yang demikian itu tidak salah. Kesedihan menjadi masalah ketika diekspresikan secara berlebihan.

Mengapa seseorang bisa berlebihan dalam mengekspresikan kesedihannya ? Hal itu tidak lain karena kecintaan yang berlebihan pula. Makin tinggi cinta seseorang, maka makin tinggi pula potensi derajat kesedihannya. Karena itu Islam mengajarkan bentuk cinta yang ideal bagi manusia. Rasulullah s.a.w bersabda

Cintailah kekasihmu sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat akan menjadi musuhmu. Bencilah sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat nanti akan menjadi kekasihmu”  (HR. Tirmidzi)

Terkait cinta yang sewajarnya, menarik untuk disimak pandangan Maulana Jalalauddin Rumi. Suatu hari dia menerangkan kepada muridnya perihal perbedaan obat dengan racun. Menurutnya, perbedaan keduanya sangat tipis, yakni tergantung dosis (ukuran). Jika kita minum segelas air, maka bisa mengobati dari dahaga. Sebaliknya, jika kita minum air bergelas-gelas, maka air berubah menjadi racun bagi tubuh. Begitu pula cinta. Cinta yang over dosis, hanya akan melahirkan penderitaan.

Kecintaan terhadap seseorang/bendawi secara berlebihan hanya akan melahirkan belenggu. Makin dicintai, makin membelenggu. Makin was-was. Makin takut hilang. Apalagi benar-benar hilang. Cinta yang seharusnya menjadi penawar hati, berubah menjadi racun hati.

Sebaliknya, jika kita mencintai Allah sebanyak-banyak, pasti hati menjadi tenang. Mengapa ? Karena Allah tak pernah hilang. Dia Yang Maha Kekal. Mencintai dzat yang tak akan pernah bisa hilang, melahirkan kebahagian yang kekal pula. Rumi melukiskan hubungan Tuhan dengan manusia, ibarat matahari dengan sinarnya. Makin dekat dengan matahari, makin terang (bahagia). Makin jauh dari matahari, makin gelap (sengsara). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tentram (QS.13:28).

~ Senyum menjelang Tahajud ~


Oleh Rossita Khumairah Najwa II 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar