Selasa, 26 Juni 2012

Cara Menyikapi Perbedaan

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAH WABARAKATUH


Sahabatku, kita sering berbeda pendapat. Lalu terkadang kita merasa pendapat kitalah yg paling benar.  atau bahkaan tak jarang kita saksikan justru lawan bicara kitalah yg merasa pendapatnya paling benar.

Ada satu pertanyaan "BESARAN MANA ANTARA MATAHARI DENGAN BUMI ?"

jika pertanyaan itu ditanyakan pd anak kecil, tentu akan dijawab bahwa Bumi lebih besar daripada Matahari.
jika pertanyaan itu ditanyakaan pd pelajar SMP/SMA, tentu akan menjawab lebih besar Matahari daripada Bumi
jika pertanyaan itu ditanyakan pd Ulama, tentu jawabnya berbeda lg. Baik Bumi dan Matahari, disi Tuhan keduanya adalah kecil. Tak ada yg lebih besar.

Manakah yg benar dari ketiga pandangan di atas ?

Jika anak kecil, pelajar dan Ulama ngumpul kemudian debat tentang persoalan di atas, bisa jadi diskusi bubar. Bahkan bisa terjadi saling melecehkan. Anak Kecil bakalan ngotot bahwa Bumi yg lebih besar. Sebaliknya, Pelajar SMP/SMA juga pasti ngotot bahwa Mataharilah yg lebih besar.

Pelajar SMP/SMA bakalan ngetawain anak kecil: "Dasar anak kecil, kamu tahu apa . Pakai otak dong ?". Hahaha.. Anak Kecil pasti juga jawab: "Ih kakak, otak saya kan  sudah sejak lahir ada di kepala. Masak disuruh makein. Kakak saja yg bodoh, Matahari kok dibilang lebih besar". hahahhaha... saling ngejek. Saling merendahkan. Tak ada yg mau ngalah. SIAPAKAH YANG PALING BENAR DARI KEDUA ORANG ITU ?

Sahabatku, kenapa kita sering bertengkar ? Salah satu jawabannya adalah bahwa apa yg kita pandang benar, kemudian kita paksakan kepada orang lain bahwa pendapat kitalah yg paling benar. Siapa sj yg tidak sependapat dgn kita, kita anggap salah dan sesat. Bahkan kita terkadang berani munuduh seseorang dgn sebutan kafir hanya karena orang itu tidak sependapat dgn pendapat kita.

Ilustrasi kisah di atas, kiranya bisa dijadikan bahan perenungan. Umur kita boleh dewasa, tapi bisa jadi tingkat pemahaman agama kita sekelas anak kecil.

Ciri-ciri berpikir layaknya anak kecil ditandai dgn:

1. Hanya melihat yg tampak.
Yang tampak itulah yg benar. Secara kasat mata, Bumi memang lebih besar daripada Matahari. BEGITU PULALAH dgn KAUM TEKSTUALIS.

Kaum TEKSTUALIS adalah orang-orang yg hanya melihat kebenaran berdasarkan redaksi yg tertulis. Misalnya, dlm hadits memang dijumpai Rasulullah pernah melaknati orang yg menyimpan gambar manusia. Rasulullah pernah melaknati orang yg bermain musik dan menyanyi. Rasulullah juga pernah melaknati orang yg bertato.

Oleh karena ada haditsnya yg seperti itu makanya mereka berani berkata: musik itu haram. Gambar manusia itu haram. Bertato itu haram. Nah kaum TEKTUALIS itu hanya melihat redaksi hadits. Redaksinya seperti itu, ya mesti diartikan secara kasat mata persis kaya Anak Kecil (hanya melihat yg tampak).

2. Tidak Toleran terhadap perbedaan.
Oleh karena mereka hanya melihat redaksi apa yg tertulis, makanya terkesan kaku. Sedikit-sedikit kafir. Sedikit-sedikit Thoghut.

Dan menurut Rossita, kaum yg mengaku dirinya SALAFI rasanya berada pada kategori KAUM TEKSTUALISi. Karena kaum Salafi hanya melihat kebenaran berdasarkan redaksi apa yg tertulis. Karena itu tidak heran tiap kali ada orang Salafi, pasti bertengkar.  Pasti ribut.

Sahabatku, Sebaliknya bagi mereka yg sudah dewasa, tentu bisa menggunakan otaknya. Mereka mengerti dibalik makna redaksi yg tertulis. Mengapa Nabi melaknati orang menyanyi ? Mengapa Nabi melaknati orang menyimpan gambar manusia ? Mengapa Nabi melaknati orang yg bertato ? Tiap fatwa pasti ada sebab. Nah mereka berusaha mencari latar belakang dari suatu kejadian, yg dengan mengetahui kejadian yg sebenarnya maka dpt diperoleh pemahaman yg tepat.

Misalnya, kenapa Rasulullah saat melaknati nyanyian ? Selidik punya selidik, ternyata yg dilaknati itu adalah nyanyian yg dinyanyikan oleh Bani Nadzir. Isi nyanyiannya itu mengejek Nabi. mencela Nabi. Mereka menyanyi sambil mabuk-mabuk. berdansa berpasangan. Itu artinya, tidak setiap nyanyian haram. tidak setiap musik haram. TAPI bagi kaum TEKSTUALIS hal ini tidak diterima. Baginya, musik tetap haram. Gambar manusia haram. bertato haram.

Sahabatku, bagi Rossita perbedaan di atas bukanlah soal benar atau soal salah. Kedua kaum dia atas menurut Rossita sama-sama benar. Ukuran kebenaran anak kecil dgn orang dewasa tentu berbeda. Karena itu perbedaan kaum Tekstualis dan Kum Kontekstulis tidak perlu diperbandingkan. Itu hanyalah menunjukan strata/tingkatan pemahaman. Apakah kita berada pd tingkatan kaum AWWAM ( anak kecil) atau tingkatan kaum KHAWASH (terpelajar/dewasa) atau KHAWASH BIL KHAWASH (intelektual/Ulama) ?


Oleh AdindaRossita Khumairah NazwaSyakilla


CATATAN:

Marilah kita belajar terus menerus sehingga pemahaman kita terus meningkat: dari semula kaya pola pikir anak kecil, lalu meningkat dewasa hingga bisa menjadi Alim. Jika kita dari kecil hingga sudah dewasa kok pola pikir kita tidak pernah berubah (tetap terus) artinya kita tergolong orang yg rugi. Bukankah Nabi menyampaikan wasiat bahwa siapa yg hari ini sama dengan hari kemarin maka tergolong merugi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar