Selasa, 20 Maret 2012

Cinta itu Antidot (Semua penyakit ada obatnya dan Cinta adalah obat dari segalanya)


Pagi ini saya merenung. Di tengah gundukan berita-berinta yang nyaris berbau yang menumpuk, ternyata: kita telah dengan tidak sadar sedang dicetak. Dicetak oleh tangan-tangan kita sendiri menjadi sosok-sosok yang menderita. Kita menderita dan mengindap penyakit penyakit Elektismia. Rupa penyakit yang tidak cukup populer. Saya saya sendiri menemukannya secara kebetulan. Dari sebuah buku lama yang kusam tapi pernah menggelegar dan mengguncang. Penyakit ini diketemukan oleh Daniel Goldman, tokoh yang gigih mempromosikan gagasan koleganya yang lebih senior: Howard Gardner. Tokoh terakhir ini kemudian dikenal lewat temuannya tentang EQ.

Elektismia adalah rupa sikap apatisme dan takacuh terhadap situasi dan nasib orang lain. Dengan ungkapan lain: ia adalah penyakit yang mengisolir dan menangkal rasa belas kasih dan empati kepada orang lain. Pada tingkatan yang lebih lanjut, bisa jadi Elektismia itu tidak lain adalah Egoisme. Egoisme yang mendorongnya kepada kesombonan diri dan benar sendiri.

Cinta adalah semangat berbagi. Karena itu Cinta lebih dipahami sebagai sikap memberi dan menerima, toleransi dan tidak menampik sesuatu yang berbeda atau yang lain ( kelompok). Cinta tumbuh dari meraih energi dari sikap-sikap seperti itu. Karena itu Cinta menjadi lawan dari Egoisme.

Tidak ada Cinta ketika Egoisme masih bersinggasana dan berkuasa sendiri. Ungkapan di kalangan para Pencinta Tuhan: Die for Self atau membunuh Egonya sendiri demi Cinta-nya ( Nya ), adalah menakjubkan!

Bila kini agama mulai disebarkan dengan cara-cara menyebar kebencian di masjid-masjid dan bahkan di mimbar-mimbar yang suci: dimana Titah-Nya yang agung dibacakan dan sabda nabi-Nya yang agung diulang-ulang: maka agama telah kehilangan jiwanya. Bukankah Agama dituturunkan sebagai wujud Cinta-Nya yang Bukan Cinta Biasa kepada manusia.

Ribuan tahun manusia meninggali bumi, menatap matahari dan memandangi langit kelam dan bintang gemintang. Manusia terus dihujam keraguan: Siapakah aku ini? Dan Siapakah Dia Yang Mencipta?

Logika tak lebih rupa ladang-ladang yang kita punyai. Kita bisa mengubah ladang2 itu menjadi kebun kacang, kebun jagung atau kebun gandum. Lalu kita menamainya ladang itu seperti yang kita tanami.

Karena itu Logika pun dibangun di atas pijakan yang rapuh dan goyah. Hanya Cinta yang bisa merasakan Kedahsyatan dan Kemahahebatan-Nya bahwa Dialah Sang Pemilik Bukan Cinta Biasa. Dan, Dialah Sumber Hidup, yang sehat dan bahagia bila kita mau mengikuti jalan-jalan-Nya.

Jalan-Jalan Tuhan adalah jalan-jalan cinta yang bersih dari benci dan keji. Jalan-jalan yang bila kita menapakinya hati menjadi tentram dan damai.

Dan itulah kekuatan Cinta sebagai Antidot penyakit jiwa yang menggeragoti dan menggerus, membinasakan sedikit demi sedikit dengan pasti.

Salam untuk Readers of BCB

Oleh:
Tasirun Sulaiman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar