Rabu, 21 Maret 2012

“PANGGILLAH SI-EMPUNYA ANJING”

KH. Imam Zarkasyi
Pidato KH. Imam Zarkasyi --salah satu dari 3 orang (Tri Murti) pendiri Pondok Modern Daarussalam Gontor, Lahir, Gontor 21 Maret 1910 Wafat, Madiun 30 April 1985 -- dihadapan para santri.

K.H. Imam Zarkasyi: “Ketika suatu saat, anak-anakku, akan masuk ke rumah seseorang, tetapi di pintu pagar rumah orang itu, anak-anakku dihalang-halangi oleh seekor anjing, apa yang akan kalian lakukan ? Memukuli anjing itu untuk mengusirnya ? Melemparinya dengan batu ?” Inilah beberapa pertanyaan yang diajukan oleh K.H. Imam Zarkasyi, di sela-sela pidatonya di depan para santri. Para santri memang kemudian menjawab pertanyaan beliau, tentunya dengan suara yang hiruk pikuk, dengan bermacam-macam jawaban sekehendak mereka. Ada yang menjawab : “Ambil kayu, pukuli saja !”, “Lempari anjing itu dengan batu !”, “Pura-pura duduk seakan-akan mau melemparinya, maka anjing itu akan pergi”, “Cari pentungan, pentungi !”. Suasana di BPPM (Balai Pertemuan Pondok Modern) Gontor menjadi gaduh, memang. Dan, K.H. Imam Zarkasyi, tentu tidak bisa mendengar jawaban para santrinya satu persatu. Biasanya beliau hanya bergumam sambil tertawa-tawa kecil : “Hmmm … ya …, bagaimana …? Ya ….”.

Di tengah riuh rendahnya para santri yang berusaha menjawab pertanyaannya, beliau kemudian menyela jawaban mereka seraya berkata : “Baik, baik, baik, dengarkan. Kalau kalian lakukan itu, maka anjing itu pastilah akan mengamuk dan menggigit kalian. Kalian tidak akan mampu mengatasi anjing itu.” Para santripun semakin penasaran menunggu jawaban yang benar dari beliau. Ini adalah dialog. Salah satu cara beliau membuat daya tarik pidato, sehingga para santri merasakan asyik, terlibat secara aktif dalam setiap poin pembicaraan beliau. Inilah tehnik “retorika” ala beliau, yang beliau aplikasikan di depan para santrinya, sebuah metode yang ditemukan oleh seorang filosuf “Socrates” yang lebih dikenal dengan “thariqah tahaawuriyyah”, “thariqatus su-al”, tehnik bertanya, metode dialogis. Metode pendekatan publik seperti ini didasarkan pada prinsip “At-Tajahul as-Suqrathiy” (Berpura-pura bodoh ala Socrates).

Tehnik ini sangatlah bagus dipakai di depan publik pendengar bahkan yang jumlahnya banyak sekalipun, sekedar mencapai tujuan yang terutama antara lain :
a. Meningkatkan keterlibatan public pendengar kepada materi pembicaraan,
b. Menggali potensi pengetahuan objek pendengar sehingga dia akan berusaha untuk melakukan eksplorasi pengetahuannya sebanyak dan seluas mungkin,
c. Mempertahankan konsentrasi mereka kepada subjek materi pembicaraan sehingga mereka akan selalu fokus kepada masalah dan tidak terganggu dengan memikirkan hal-hal lain di luar subjek pembicaraan.

K.H. Imam Zarkasyi sangatlah ahli dalam memakai tehnik-tehnik seperti ini dalam banyak pidato beliau. Tak ayal lagi, beliau memang sosok komplit sebagai seorang retorik ulung, yang seperti sering diungkapkan beliau sendiri : “Jadilah seperti presiden Sukarno, John F. Kennedy, presiden Amerika, atau Anwar Sadat, presiden Mesir.” Retorika beliau, memang, sepertinya mengandung indikasi adanya kolaborasi dari model-model pidato mereka itu.

“Kalau kalian diganggu oleh anjing itu, dan tetap dihalang-halangi oleh anjing itu untuk masuk ke rumah tersebut, janganlah kalian mengusirnya sendiri, tidak akan bisa. Janganlah kalian memukulinya atau melemparinya dengan batu. Justru kalian akan diterkamnya dan digigitnya. Apa yang akan anak-anak lakukan ?” Demikianlah, beliau semakin membuat para santri bertanya-tanya dan penasaran. “Panggillah si-empunya anjing. Bilang kepada si-pemilik anjing itu : Ini anjing kamu mengganggu saya.” “Maka, dengan sangatlah mudah, dengan kode dan ucapan tertentu yang sudah dilatihkannya, anjing itu akan langsung berbalik arah dan masuk ke dalam rumah itu. Anak-anakku akan dengan aman bisa memasuki rumahnya, tanpa diganggu oleh anjing itu.”

Begitulah, dalam dialog ringkas ini, sebenarnya apa yang akan beliau doktrinkan kepada para santrinya adalah tehnik mengatasi masalah dalam hidup, yang tidak dengan mengatasinya sendiri, apalagi dengan sikap arogansi dan menonjolkan kemampuan diri, yang mungkin dirasakan secara optimistis akan dapat mengatasi masalah. Namun ketanyaannya yang sering terjadi, bukan masalah dapat diatasi, tapi justru akan memunculkan masalah-masalah lain yang lebih keruh dan ruwet dari masalah yang ada. Makanya, K.H. Imam Zarkasyi, untuk mengakhiri dialog ini, membawa para santri pada kesimpulan : “Jadi, kalau anak-anakku dimusuhi oleh seseorang, difitnah oleh orang lain, diancam olehnya dan lain sebagainya, tidak perlulah kalian menjawabnya sendiri, tidak perlulah mengatasinya sendiri. Panggillah, siapa pemilik dan penguasa orang tersebut ? Allah ! Panggillah Allah, pasrahkan kepada-Nya. Laporkan kepada Allah, bahwa si-fulan berniat jahat kepadamu. Allah akan dengan sangat mudah mengatasi masalah ini. Biarkan Allah bertindak dengan kehendak dan keamauanNya. Allah Maha Tahu. Allah Maha Adil. Allah Maha Bijaksana.”

Mengatasi sendiri masalah dengan melibatkan diri pada konflik yang ditimbulkan oleh masalah tersebut memang terkadang bisa membawa hasil, namun tak jarang tidak membawa hasil. Dalam kondisi berhasil maupun tidak berhasil sekalipun, yang sering terjadi, masalah yang satu justru akan menimbulkan masalah-masalah lain yang baru. Problem yang satu akan menimbulkan problem lainnya. Memasrahkan diri kepada Allah untuk penyelesaian akhir sebuah masalah dan problema adalah jalan terbaik.

Seorang muslim-mukmin harus mempunyai jiwa “tawakkal”, pemasrahan diri yang penuh kepada Allah dalam segala hal di dalam hidupnya. Mengembalikan semua persoalan kepada Allah dengan memohon dan mengharap petunjukNya dalam setiap detik kehidupannya. Allah pastilah akan menentukan jalan pemecahan masalah apapun dengan cara terbaik. Pemasrahan diri kepada Allah sebenarnya secara internal akan membangun jiwa optimisme dan positivisme yang sangat efektif untuk menimbulkan kemapanan dan kestabilan diri. Seorang yang tinggi rasa tawakkalnya akan terhindar dari ancama rasa takut, hawatir dan kelemahan diri yang berlebihan. Sebaliknya, dia akan selalu dengan penuh keberanian dan keyakinan, akan melakukan apa saja, bahkan akan melakukan sesuatu yang tidak masuk akal (irrasional) sekalipun, hanya dengan bermodalkan rasa pasrah dan tawakkal bahwa Allah akan memberinya jalan pemecahan yang terbaik.
Beberapa ayat alqur’an berikut ini akan memberi kita petunjuk, bagaimana seharusnya seorang hamba Allah itu senantiasa bertawakkal dan memasrahkan urusan dirinya kepada Allah, satu-satunya Dzat yang Maha Kuasa, dalam setiap langkah hidupnya.

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا   --الطلاق : 2
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ، إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ   --آل عمران : 159-160
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.

إِنَّ رَبَّكَ يَقْضِي بَيْنَهُمْ بِحُكْمِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ، فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِين  -- النمل : 79
Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Sebab itu bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَنْ يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (المائدة : 11)
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakal.

وَمَا كَانَ لَنَا أَنْ نَأْتِيَكُمْ بِسُلْطَانٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ، وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَى مَا آَذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ   --إبراهيم : 11-12
Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakal. Mengapa Kami tidak akan bertawakal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu berserah diri.

Apa yang kemudian diwariskan oleh K.H. Imam Zarkasyi kepada para santrinya dari pidato beliau di atas sebenarnya adalah sebuah dzikir dan amalan. Beliau meminta para santri untuk membiasakan diri membaca dzikir itu pada setiap selesai shalat, beberapa kali bahkan sampai 100 kali atau lebih, lebih-lebih ketika datang cobaan, fitnah, intimidasi, ancaman, permusuhan dan lain-lain dari beberapa pihak. Dzikir itu adalah :

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْلُ، نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ، وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِىِّ الْعَظِيْمِ.
Cukuplah bagi kami Allah, Dia sebaik-baik dzat yang dapat kami mewakilkan diri, Dia sebaik-baik tempat kami memasrahkan diri dan sebaik-baik dzat penolong kami. Tiada daya dan kekuatan hanyalah pada Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

Wallahu'alam.

Oleh: Ust. Saifurrahman Nawawi
=======================================================================
Beberapa Nasehat KH. Imam Zarkasyi:
A. Jangan kecil hati menghadapi “masa depan” (khususnya dalam hal usaha mencari “sandang – pangan” atau “nafqah hidup”.)
Sumber – sumber rizqi masih amat banyak sekali , yang banyak itu mungkin selama ini sudah diketahui, tetapi tidak diperhatikan.
Maka terlebih dahulu kami ingatkan :
Jangan fanatik kepada salah satu pekerjaan, atau salah satu jalan mencari rizqi yang halal itu, sekali lagi jangan fanatic.
Kefanatikan kepada sesuatu itulah yang sering menutup mata, sehingga tidak mau memperhatikan kepada yang lain. Padahal selain yang difanatiki itu, masih amat banyak, dan lebih baik dan lebih cepat.
Fanatik pasar umpamanya, juga tidak baik. Karena fanatik itu, mata tidak mau melihat pada yang lain, jika yang fanatiki itu terhalang, atau gagal, maka menjadi kecewa. Kecewanya karena sudah fanatik menjadi terlalu. Terlalu kecewa bisa merusak badan, bisa merusak pikiran, salah bisa menjadi gila. Begitulah pula terhadap pada sesuatu pekerjaan.
Sekiranya ada yang fanatik menjadi pegawai negeri, maka sekira tidak berhasil, atau berhasilnya kecil, dia merasa dunianya gelap atau sempit.
Ini suatu perasaan dan pendapat yang sangat salah.
Jadi andaikata menemui rintangan atau menemui jalan buntu sama sekali, jangan bingung, dan jangan buta. Bukalah matamu, pandanglah dunia ini masih luas.

B. Jangan kecil hati menghadapi kehidupan

Marilah kita hadapi kehidupan ini dengan segala kesadaran dan keberanian. Jadi namanya berani hidup.
Keberanian ini bukan berarti keberanian yang ngawur (asal berani), akan tetapi dengan keberanian yang sudah diperhitungkan.
Supaya selalu diingat bahwa sumber – sumber rizqi, kunci – kunci usaha masih amat banyak. Sebagian kecil akan kamu lihat dalam rihlah. Meskipun nanti akan kamu lihat beratus – ratus perusahaan tetapi itu sebagian kecil.
Dengan usaha – usaha itu orang bisa berhasil untuk hidup bahkan bisa sampai menjadi kaya raya.
Mengapa takut hidup ?
Mengapa kecil hati ?
Ingat modalmu cukup :
a. Tubuhmu masih utuh, tidak kurang.
b. Otakmu masih waras, bahkan sudah berilmu.
c. Pribadimu dan kehormatan itu masih utuh, belum tercela.
d. Sifat kejujuranmu masih utuh pula.
Mengapa takut hidup ?
Sekarang yang kamu bina adalah mentalmu. Mental yang mau bekerja, mental yang tidak cari enak saja.
Mental kejujuran, jadilah “WIRA” dimana saja.

C. Mencari Bahagia
Yang biasa pada umunya yang dicari ada ialah kebahagiaan. Dalam hal ini lebih dahulu kita harus mengerti bahwa kebahagiaan di dunia ada dua :
1. Kebahagiaan lahir / kemakmuran lahir.
2. kebahagiaan batin / Kemakmuran batin.
Untuk mencapai kebahagiaan lahit memerlukan kemakmuran atau kebendaan. Kemakmuran atau kekayaan harta benda, tidak mutlak dapat menjadi kebahagiaan yang sebenarnya.
Orang tidak merasa aman dan tenteram, umpamanya yang selalu terasa terancam atau dikejar – kejar musuh, yang tampak dan yang tidak tampak juga yang tidak putus dirundung kemalangan, berupa penyakit fisik atau penyakit rohani dan seterusnya, tidak akan dapat merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.
Adapun modal untuk mencari kemakmuran batin ialah Iman. Didunia ini memang kenyataannnya ada orang kaya yang hartanya banyak dan ada orang miskin atau tidak kaya, hartanya sedikit.
Seorang yang berbudi atau yang mu’min, tidak iri atau dengki, tetapi berkata pada dirinya sendiri :
“Biarkan kami miskin harta, asal jangan miskin jasa”
“Biar kami miskin benda lahiriyah, asal jangan miskin budi, jasa atau amal”.
Seorang mu’min akan merasa bahagia, apabila ia beramal dan merasa bahagia kalau telah dapat untuk kebaikan masyarakat.
Seorang mu’min selalu merasa bersyukur karena menyadari karunia Allah yang amat banyak, atau dirasakan sangat banyak. Jadi setiap hari haruslah bersyukur dan gembira.

D. Jangan Mengandalkan Orang Tua
Kalau ada orang yang kaya, belum tentu anaknya akan menjadi kaya juga. Kita bisa melihat kenyataan yang sebaliknya didalam masyarakat. Orang tua bisa kaya karena mental dan ilmunya. Apabila mental dan ilmunya tidak diwariskan bagaimana sang anak akan menjadi kaya.
Barang siapa yang menjadi anaknya orang kaya jangan sembrono,”ojo ndumeh” mentang – mentang anaknya seorang kaya raya akan menjadi kaya juga tidak !! sebaliknya anak orang miskin, dengan mental yang kuat dan meningkat dan dengan pendidikan kesederhanaannya tidak mustahil akan menjadi orang yang kaya raya.

E. Harapan Kami 
Adapun harapan kami, setingkat lebih dari itu semuanya. Anak – anakku ini, kami timang – timang kami harap – harapkan dalam bahasa jawanya kami golo–golokan supaya menjadi pemuda yang diandalkan sebagai pemuda pejuang yang mempunyai rasa tanggung jawab atas kesejahteraan umat dan kemajuan agama yang tidak untuk diri sendiri.

Dalam kehidupan akan kita temui hama – hama perjuangan, yang lazim berbentuk harta, wanita, tahta atau pangkat. Ini seperti wereng manusia.

Semoga anak – anakku dapat berjuang benar – benar, dapat diandalkan dan tahan wereng.

Wassalam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar