BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAH WABARAKATUH
Setiap
manusia pasti mendambakan kebahagiaan. Dan tentu saja untuk
memperolehnya diperlukan ikhtiar. Lalu, ikhtiar seperti apakah sehingga
kita dapat memperolehnya ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, simak
pengandaian berikut. Diandaikan kepala kita pusing, tentu saja tidak
serta merta kita langsung minum obat pusing. Tanpa mengetahui penyebab
pusing, sudah pasti jenis berbagai obat pusing belum tentu tepat.
Mengetahui penyebab adalah langkah awal sebelum menentukan langkah
berikutnya. Begitu pula tentang kebahagiaan. Bertitik-tolak dari hal
tersebut, kiranya dapat ditarik rumusan ”apa penyebab manusiaa tidak
bahagia ?
Menurut Ibn Miskawaih, bahwa
kesedihan manusia lebih disebabkan oleh dua hal, yaitu “Fudhul al-Mahbub
wa Fudhul al-Mathlub” (hilangnya yang dicinta, dan lepasnya yang
didamba). Setujukah ? Marilah kita selidiki bersama ! Jika kita
kehilangan sesuatu yang kita cintai, tentu saja sedih. Dan yang demikian
itu tidak salah. Kesedihan menjadi masalah ketika diekspresikan secara
berlebihan.
Mengapa seseorang bisa
berlebihan dalam mengekspresikan kesedihannya ? Hal itu tidak lain
karena kecintaan yang berlebihan pula. Makin tinggi cinta seseorang,
maka makin tinggi pula potensi derajat kesedihannya. Karena itu Islam
mengajarkan bentuk cinta yang ideal bagi manusia. Rasulullah s.a.w
bersabda
”Cintailah kekasihmu sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat akan menjadi musuhmu. Bencilah sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat nanti akan menjadi kekasihmu” (HR. Tirmidzi)
Terkait cinta yang sewajarnya, menarik untuk disimak pandangan Maulana
Jalalauddin Rumi. Suatu hari dia menerangkan kepada muridnya perihal
perbedaan obat dengan racun. Menurutnya, perbedaan keduanya sangat
tipis, yakni tergantung dosis (ukuran). Jika kita minum segelas air,
maka bisa mengobati dari dahaga. Sebaliknya, jika kita minum air
bergelas-gelas, maka air berubah menjadi racun bagi tubuh. Begitu pula
cinta. Cinta yang over dosis, hanya akan melahirkan penderitaan.
Kecintaan terhadap seseorang/bendawi secara berlebihan hanya akan
melahirkan belenggu. Makin dicintai, makin membelenggu. Makin was-was.
Makin takut hilang. Apalagi benar-benar hilang. Cinta yang seharusnya
menjadi penawar hati, berubah menjadi racun hati.
Sebaliknya, jika kita mencintai Allah sebanyak-banyak, pasti hati
menjadi tenang. Mengapa ? Karena Allah tak pernah hilang. Dia Yang Maha
Kekal. Mencintai dzat yang tak akan pernah bisa hilang, melahirkan
kebahagian yang kekal pula. Rumi melukiskan hubungan Tuhan dengan
manusia, ibarat matahari dengan sinarnya. Makin dekat dengan matahari,
makin terang (bahagia). Makin jauh dari matahari, makin gelap
(sengsara). Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah maka hati akan
menjadi tentram (QS.13:28).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar