Khutbah Jumat di Masjid Raya Baiturrahman, 26-08-2011
MEMBANGUN SIKAP KEDERMAWANAN
Oleh: Dr. Aslam Nur, M.A.*
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakannya (di jalan Allah) sebagian dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang yang kafir itu adalah orang-orang yang zalim” (Al-Baqarah: 254).
Kedermawanan atau filantropi adalah kepedulian seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain berdasarkan kecintaan kepada sesama manusia. Sikap filantropi diekspresikan dalam bentuk kesediaan saling membagi kepada orang lain, menolong orang yang membutuhkan. Filantropi Islam dibangun atas dasar iman kepada Allah dan dalam rangka mendapatkan keridhaanNya. Meskipun ia merupakan bagian dari konsep normatif Islam yang bersifat vertikal, semangat yang diinginkan Islam adanya dampak horizontal (terbangunnya solidaritas dan hubungan sosial yang santun dan sejahtera).
Sebagai agama rahmatan lil-‘alamin, minimal ada tiga cara Islam untuk membangun sikap kedermawanan ini. Pertama, Allah mewajibkan zakat dan menganjurkan mengeluarkan infaq serta sekedah atas setiap muslim yang memiliki kelebihan harta. Kedua, memberikan kabar gembira berupa balasan di dunia dan di akhirat bagi setiap muslim yang bersedia membagi hartanya. Terakhir, mengancam orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat serta enggan berinfak dengan berbagai siksaan pedih yang akan mereka dapatkan di dunia dan di akhirat.
Dalam kaitannya dengan cara yang pertama, misalnya dapat di lihat pada surah At-Taubah, ayat 103:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan harta mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.
Sementara ayat yang menggembirakan orang berinfak adalah: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka dan tidak ada ketakutan terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”(Al-baqarah: 262).
Ancaman Allah terhadap orang yang enggan menafkahkan hartanya di jalan Allah: “...Dan orang-orang yang menyimpan, emas, perak dan tidak menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapatkan) siksaan yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka. “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu” (At-Taubah: 34-35).
Dalam proses aktualisasi ayat-ayat normatif yang berkaitan dengan kewajiban zakat dan infak ke dalam kehidupan nyata, sebagian umat Islam ada yang melaksanakannya secara individual dan sebagian lain melaksanakannya secara kolektif melalui organisasi nirlaba. Menurut hemat kami, agar dampak zakat itu benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat, nampaknya, kebiasaan menyalurkan zakat secara sendiri-sendiri sudah harus ditinggalkan.
Di era masa kini, pengumpulan dan penyaluran zakat, infak serta sedekah akan lebih berdampak positif jika dilaksanakan secara kolektif melalui sebuah organisasi resmi berupa badan amil zakat (baitul mal). Melalui badan amil, zakat dan sekedah umat akan dikelola dan diatur secara propesional berdasarkan syariat. Dengan cara seperti ini, zakat benar-benar akan menjadi sebuah solusi umat untuk keluar dari keterpurukan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan berbagai problema sosial lainnya.
* Khatib, Dosen Fakultas Adab IAIN Ar-Raniry
oleh Baitul Mal Aceh pada 26 Agustus 2011 jam 9:24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar