(Catatan perjalanan spiritual seorang Nizma Agustjik bersama muallaf pada 10 hari terakhir Ramadhan..th 2008, yang ia goreskan lewat untaian prosa dibawah ini)
Asaku begitu bergetar kalau kuingat dirimu.
Kian kukenang bayangmu, kian kusebut namamu
Tik-tok debar jantungku kian mengeras.
Pelan kelopak mataku menghangat lalu memanas.
Kutahan untuk tetap menggenang dikelopak mataku.
Kian kukenang bayangmu, kian kusebut namamu
Tik-tok debar jantungku kian mengeras.
Pelan kelopak mataku menghangat lalu memanas.
Kutahan untuk tetap menggenang dikelopak mataku.
Ah, apa ini? Jatuh cintakah aku, rindukah aku padamu? Kubertanya pada diriku
Dengan pelan dan sabar kujelajah ruang dan koridor nan panjang
Ratusan pilar tinggi dan megah dari batu pualam marmar
Aku terus menapaki dan menelusuri ruang dan sekat
Sementara jantungku kian berdegup keras…
Belulangku luluh lunglai seakan tak berdaya
Oh..entahlah selaksa rasa berbaur menyatu.
Dengan pelan dan sabar kujelajah ruang dan koridor nan panjang
Ratusan pilar tinggi dan megah dari batu pualam marmar
Aku terus menapaki dan menelusuri ruang dan sekat
Sementara jantungku kian berdegup keras…
Belulangku luluh lunglai seakan tak berdaya
Oh..entahlah selaksa rasa berbaur menyatu.
Dari jauh nampaklah tanda-tanda ruang
Ar-Raudhoh…ya itulah Ar-Raudhoh
Kini aku berada diantara jejalan manusia,
kerumunan muslimah dari seantero jagad dunia.
Yang tengah bertandang menyampaikan salam
dan salawatnya bagi Rasulullah tercinta.
Aku bagai anai-anai diantara kerumunan jamaah muslimah
Di Ar-Raudhoh, Masjid Nabawi, Madina.
Dalam keterpakuan aku membisu.
Seakan leherku tercekak oleh seribu rasa
Aku bertanya pada diriku
Mengapa hatiku begitu rapuh?
Mengapa hati jadi begini?
Kumenoleh kekiri dan kekanan, Nampak mereka tengah
Sujud dan sungkem mereka untuk Rasulullah
Ada yang tengah terisak menangis,
ada yang setengah meraung,
ada yang tengah berdesah.
Sambil memejam matanya,
menengadah kelangit-langit.
Begitu banyak bulir air mata tumpah meruah.
Kutemui spasi, aku sholat sunnah dua raka’at.
Kududuk bersimpuh menyampaikan tabik dan salamku.
Aku berkontemplasi diri. Merenung. Mengenang. Tafakur
Ar-Raudhoh…ya itulah Ar-Raudhoh
Kini aku berada diantara jejalan manusia,
kerumunan muslimah dari seantero jagad dunia.
Yang tengah bertandang menyampaikan salam
dan salawatnya bagi Rasulullah tercinta.
Aku bagai anai-anai diantara kerumunan jamaah muslimah
Di Ar-Raudhoh, Masjid Nabawi, Madina.
Dalam keterpakuan aku membisu.
Seakan leherku tercekak oleh seribu rasa
Aku bertanya pada diriku
Mengapa hatiku begitu rapuh?
Mengapa hati jadi begini?
Kumenoleh kekiri dan kekanan, Nampak mereka tengah
Sujud dan sungkem mereka untuk Rasulullah
Ada yang tengah terisak menangis,
ada yang setengah meraung,
ada yang tengah berdesah.
Sambil memejam matanya,
menengadah kelangit-langit.
Begitu banyak bulir air mata tumpah meruah.
Kutemui spasi, aku sholat sunnah dua raka’at.
Kududuk bersimpuh menyampaikan tabik dan salamku.
Aku berkontemplasi diri. Merenung. Mengenang. Tafakur
Dihalau, dikejar, dihinakan oleh para durjana..laknatullah
hingga sang kekasih Allah berada disebuah kebun, di Thaif.
Dengan kaki terluka dan berdarah... beliau cedera
... begitu bayang dan khayal itu bagai film video.
Lalu kuberatanya heran pada sang Khalik
Kenapa Engkau, ya Allah membiarkan kekasihMu
Dalam kegamangan dan gelimang air mata?
Hingga kaki dan hatinya terluka? Kenapa ya Rabb?
Sampai para malaikat sempat menawarkan jasa mereka
Namun RasulMu dengan tegarnya manampik tawaran itu.
Oh, Engkau Tentu Engkau Yang Maha Perekayasa
Aku..mulai sesenggukan menangisi semua ini
Ya Rasul ..begitu berat juang dan jihadmu
Begitu besar pengorbanan untuk Risalah Islam kita
Sedang kita, kami, umatmu dan aku ini…?
Tak ada perumpamaan yang mampu
Apalagi membanding dan menyamai juangmu. Oh..
Aku tak mampu menjawabnya, kecuali
dengan buliran airmata yang begitu deras.
Hingga basahkuyuplah lembar-lembar tissuku.
hingga sang kekasih Allah berada disebuah kebun, di Thaif.
Dengan kaki terluka dan berdarah... beliau cedera
... begitu bayang dan khayal itu bagai film video.
Lalu kuberatanya heran pada sang Khalik
Kenapa Engkau, ya Allah membiarkan kekasihMu
Dalam kegamangan dan gelimang air mata?
Hingga kaki dan hatinya terluka? Kenapa ya Rabb?
Sampai para malaikat sempat menawarkan jasa mereka
Namun RasulMu dengan tegarnya manampik tawaran itu.
Oh, Engkau Tentu Engkau Yang Maha Perekayasa
Aku..mulai sesenggukan menangisi semua ini
Ya Rasul ..begitu berat juang dan jihadmu
Begitu besar pengorbanan untuk Risalah Islam kita
Sedang kita, kami, umatmu dan aku ini…?
Tak ada perumpamaan yang mampu
Apalagi membanding dan menyamai juangmu. Oh..
Aku tak mampu menjawabnya, kecuali
dengan buliran airmata yang begitu deras.
Hingga basahkuyuplah lembar-lembar tissuku.
Lalu kuberdesah…
Ya Rasul, maafkan kami yang dhaif ini
yang belum mampu melanjutkan risalah dan da’wahmu
Lantaran kami terlalu dilenakan oleh memilah dan memilih
Berhitungan dan tercengkram oleh ego-egoa al-wahn
Hati kami masih dibalut oleh kedegilan dan kedekilan
Asa ini masih diselimut oleh dengki dan hasud
Kepentingan demi kepentingan yang tersembunyi…
Disini aku mengeluh, mengaduh dan mengadu
Dan ber-azzam untuk memperbaiki diri.
Sebisa dan semampuku. Kabulkan ya Allah.
Kusampaikan salam takzim, tabikku.
Dan kukatakan bahwa aku mencintaimu ya Rasul
Lalu kusimpan diqalbuku. Kupamit.
Ya Rasul, maafkan kami yang dhaif ini
yang belum mampu melanjutkan risalah dan da’wahmu
Lantaran kami terlalu dilenakan oleh memilah dan memilih
Berhitungan dan tercengkram oleh ego-egoa al-wahn
Hati kami masih dibalut oleh kedegilan dan kedekilan
Asa ini masih diselimut oleh dengki dan hasud
Kepentingan demi kepentingan yang tersembunyi…
Disini aku mengeluh, mengaduh dan mengadu
Dan ber-azzam untuk memperbaiki diri.
Sebisa dan semampuku. Kabulkan ya Allah.
Kusampaikan salam takzim, tabikku.
Dan kukatakan bahwa aku mencintaimu ya Rasul
Lalu kusimpan diqalbuku. Kupamit.
Lalu dengan pelan kutiggalkan Ar-Raudhoh. Kutelusuri ruang besar itu,
kujelajah koridor nan panjang sambil menohok kelangit-langit.
Ratusan pilar tinggi dan megah dari batu pualam marmar, kulewati.
Hingga tiba di pintu besar dan kukenakan kasutku. (Al Shahida)
kujelajah koridor nan panjang sambil menohok kelangit-langit.
Ratusan pilar tinggi dan megah dari batu pualam marmar, kulewati.
Hingga tiba di pintu besar dan kukenakan kasutku. (Al Shahida)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar