Seminggu lebih telah berlalu. Bendera masih dikibarkan setengah tiang. Tumpukan karangan bunga di seluruh penjuru negeri mulai mengering. Media massa masih tetap mengabarkan perkembangan terbaru dari episode tragis masyarakat di negeri ujung utara bumi ini. Kehidupan nampak kembali berjalan normal. Tapi di lubuk hati terdalam, semua orang sepakat bahwa mereka tak akan melupakan kejadian yang sempat meluluhlantakkan citra Norwegia sebagai negara damai dan aman.
Seluruh dunia memang terhenyak, tersentak, dengan teror yang secara simultan mengguncang Norwegia hari Jum'at seminggu lalu.Negara yang selama ini dikenal sebagai salah satu tempat paling aman, bahkan selalu dinobatkan oleh PBB sebagai negara dengan masyarakat yang paling bahagia di muka bumi, ternyata tidak aman juga. Ternyata ada juga yang merasa tidak bahagia dengan kedamaian yang selama ini terpelihara dengan baik dan menjadi contoh bagi negara - negara lain.
Karena didorong rasa panik, terkejut, atau karena kebiasaan yang berlaku di mana ada teror, orang begitu cepat mengarahkan telunjuk mereka kepada "ekstremis muslim" sebagai pelakunya. Siapa lagi? Ternyata mereka dan kita semua salah. Anders Behring Breivik, seorang warga negara Norwegia, ras kaukasia dan penganut kristen, tertangkap, kemudian mengakui perbuatannya. Untuk sesaat, jujur aku merasa lega karena ternyata penjahatnya bukan "golonganku". Namun kelegaan itu kemudian berubah jadi kekhawatiran. Akankah aksi keji seorang diri ini memicu kejadian serupa, atau balas dendam dari pihak yang jadi target? Apalagi setelah kemudian diketahui bahwa Anders Breivik mendasarkan tindakannya pada kebencian yang mendalam terhadap Islam, terhadap muslim, dan terhadap para imigran yang memang mulai membanjiri Norwegia.
Tentu bukan hanya Anders Breivik yang memendam kebencian terhadap Islam dan muslim. Di negara barat khususnya, tak sedikit yang menyatakan kebencian, kecurigaan atau kekhawatiran mereka terhadap agama yang satu ini. Islam dan muslim dianggap semakin menginvasi dan mengekspansi barat seperti pada zaman Perang Salib. Pemerintah negara barat dianggap terlalu dermawan dan baik hati terhadap kebebasan muslim untuk menunjukkan identitasnya dan menjalankan keyakinannya (meskipun di negara yang terang - terangan dengan paham sekularnya seperti Perancis dan Swiss, ada larangan mengekspresikan identitas keagamaan di instansi milik negara). Imigran muslim, khususnya dari negara - negara Afrika dan Timur Tengah yang memang sudah mulai membanjiri negara - negara Eropa untuk memohon suaka politik, kini semakin banyak saja jumlahnya. Apalagi dipicu dengan berbagai revolusi di Libya, Syria, Yaman, Tunisia dan sekitarnya. Bencana perang saudara dan kelaparan yang berkepanjangan di Somalia, Sudan dan Ethiopia juga memaksa banyak warga negaranya yang hijrah memohon suaka ke negara barat.
Melihat keadaan tersebut, tak heran ada sebagian kalangan barat yang khawatir bila negara mereka terinvasi dan "dikuasai" muslim. Beberapa negara seperti Italia, Perancis dan Inggris sudah mulai merevisi kebijakan imigrasi mereka. Namun Norwegia sejauh ini tetap termasuk yang paling toleran, ramah dan terbuka terhadap para pendatang asing ini. Meskipun masih terhitung minoritas (sekitar 5% dari total penduduk Norwegia), kehadiran para pencari suaka (yang notabene kebayakan muslim) semakin ketara terutama di kota - kota utama Norwegia. Wajah - wajah Arab, wanita dengan jilbab yang panjang hampir menyentuh tanah, pria - pria berjanggut panjang dan berpeci sudah bukan pemandangan aneh di sini; bukan sekedar di jalan atau tempat umum, tapi juga di tempat kerja. Rata - rata mereka fasih berbahasa Norwegia yang tak ada kemiripan sama sekali dengan bahasa ibu mereka. Intinya, orang - orang pendatang ini begitu semangat dan berbuat maksimal untuk bertahan hidup, membaur dan berhasil hidup di negara "surga pencari suaka" ini. Mereka merasa prinsip keterbukaan, demokrasi dan kesetaraan yang berlaku di negara ini sangat sesuai dan membuat mereka terlindungi.
Selayaknya hukum alam, bila ada yang berhasil, pasti ada saja yang tidak suka. Cara yang ditempuh untuk menyatakan ketidaksukaan inipun bermacam - macam. Dari sekedar memandang sinis, tidak mau memandang, atau sekedar mengutuk panjang pendek dalam hati. Namun yang mengambil langkah ekstrem sampai harus mengorbankan begitu banyak jiwa, dan dilakukan sendirian, baru Anders Breivik yang sanggup melakukannya dengan tangan dingin. Semua tersentak, marah. Tak pernah Norwegia terguncang dengan tragedi yang memakan begitu banyak korban jiwa pascaPerang Dunia II. Apalagi, yang membuat tak habis pikir, jika dia membenci Islam dan muslim begitu dalamnya, kenapa yang diserang perdana menteri dan generasi muda partai buruh yang sedang berkemah di Utøya? Di sinilah mungkin letak "kejeniusan" dan kegilaannya. Dia menumpukan sasarannya pada si pembuat kebijakan, pemerintah yang berkuasa, dan generasi muda calon pemimpin masa depan Norwegia. Bagaimana dia merencakan serangan itu bertahun - tahun, metode yang diambil untuk menjalankan aksinya, kini sudah diketahui seluruh dunia.
Anders Breivik sudah tertangkap dan mengakui perbuatannya, meskipun dia merasa tidak bersalah. Bahkan dia beragumen bahwa dia dan semua bangsa kulit putih Eropa berada dalam perang dan dia hanya menjalankan misinya dalam "perang" ini. Kemudian dia mengatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, semua orang akan berterima kasih atas keberaniannya "menyelamatkan" Eropa dari "penjajahan" Islam.
Sungguh ngeri mendengarnya!
Sebagai orang yang menjadi bagian masyarakat Norwegia setahun belakangan, aku menilai bahwa meskipun semua orang marah dan murka atas kebrutalan si bandit ini, tidak ada yang mengekspresikan kemarahan itu dengan cara barbar yang merusak a la hooliganisme. Aku salut, di bawah kepemimpinan sang perdana menteri (yang menjadi target utama si Breivik), Norwegia tetap bersatu sebagai bangsa. Mereka bersikeras untuk mempertahankan kedamaian dan persatuan negara yang luas wilayahnya hanya 1/5 Indonesia ini.
Betul bahwa media massa masih terus memberitakan perkembangan kasus ini, termasuk latar belakang kehidupan Anders Breivik dan kisah luar biasa para korban selamat. Namun aku bersyukur sejauh ini keadaan Norwegia tetap aman, damai dan sentosa. Aku sekeluarga (sebagai orang asing dan muslim) tetap bisa keluar rumah dengan tenang. Para tetangga, rekan kerja, dan orang lokal yang kami temui di jalan tetap memandang dengan ramah dan tersenyum. Untuk ini sekali lagi aku salut dan mengakui konsistensi Norwegia sebagai negara cinta damai. Tak salah bila dewan penghargaan Nobel untuk perdamaian berbasis di Oslo, dan setiap tahun dewan ini memberi penghargaan bagi pionir perdamaian dari seluruh dunia.
Untuk saat ini Anders Breivik tetap dianggap sebagai teroris, dan kejahatan yang dilakukannya adalah kejahatan terorisme. Setidaknya dalam hal ini media barat berimbang dengan tidak menaruh "cap" teroris kepada "penjahat" muslim semata.
Untuk saat ini Breivik sudah terkunci dalam ruang isolasi penjara Oslo, salah satu penjara tercanggih, termewah dan paling ramah di seluruh dunia. Setelah keluar dari isolasinya, dia akan tetap diadili dan dipindahkan ke ruang penjara yang supernyaman. Hukuman maksimum penjara di Norwegia hanya 21 tahun. Tak ada hukuman mati. Namun mungkinkah hakim hanya mengikuti aturan yang berlaku? Atau akankah Breivik lagi - lagi menjadi pionir perubahan hukum pidana Norwegia?
(Bersambung)
Oleh Savitry 'Icha' Khairunnisa pada 31 Juli 2011 jam 13:44
Savitry 'Icha' Khairunnisa dan putranya Fatih (4 tahun) |
Catatan admin:
Ini adalah bagian pertama dari dua tulisan (menyusul) yang di kirim oleh sahabat dari Norway - mba' Icha - sengaja note ini diterbitkan agak mundur waktunya, karena kejadian teror tersebut persis jelang Ramadhan, hal ini dimaksud agar fokus pembaca tidak terpecah dengan berita-berita "miring" dalam menyambut Bulan Suci ini, baik oleh berita di dalam ataupun di luar negeri. Sebagai sebuah berita, tentu saja hal ini menjadi tidak "Up To Date", namun admin berprinsip bahwa dibalik kejadian terburuk sekalipun, pasti ada hikmah yang dapat diambil.
Akhirnya, admin mengucapkan terimakasih pada mba' Icha yang sudi meluangkan waktu disela kesibukannya untuk berbagi dengan saudara-saudaranya di Indonesia.
Untuk mengenal lebih dekat dengan penulis,Klik Disini
Tulisan dibawah - di ambil dari eramuslim.com - adalah mengenai hal yang sama dengan view of point yang agak berbeda agar catatan ini menjadi lebih bernuansa.
Setelah Serangan Teror, Apa Makna Ramadan bagi Muslim Norwegia?
Warga Trondheim pd pemakaman salah satu korban serangan teror Breivik |
Sekretaris Jenderal Dewan Islam di Norwegia Methab Asfar mengungkapkan, beberapa jam pertama setelah tersiar berita serangan teror yang dilakukan oleh Anders Behring Breivik, merupakan masa-masa sulit bagi komunitas Muslim di negeri itu.
"Pada 5-6 jam pertama situasinya sangat berat, apalagi terpikir bahwa banyak kaum Muslim yang dilecehkan baik secara fisik maupun verbal. Inilah sisi masyarakat Norwegia yang belum pernah saya lihat sebelumnya,. Saya harap sekarang kita bersatu kembali sebagai satu bangsa. Saatnya telah tiba," ujar Asfar dalam wawancara dengan TV2.
Ia menambahkan, di masa depan, masyarakat akan melihat bagaimana kebudayaan dan agama yang berbeda-beda menghadapi peristiwa pemakaman dan bagaimana mereka mengatasi kesedihan.
Duka masyarakat Norwegia adalah duka kaum Muslimin di negeri itu. Serangan teror kemarin meninggalkan bekas di hati komunitas Muslim yang seharusnya bersuka cita menyambut datangnya bulan Ramadan.
"Ramadan kali ini diwarnai kesedihan, mengenang para korban dan keluarganya. Semua orang masih mengingat serangan teror itu dan kami khususnya memikirkan keluarga dan mereka yang telah menjadi korban," ungkap Asfar.
"Tujuan dari puasa kali ini adalah untuk mengingat mereka yang sedang dalam kesusahan. Inilah saatnya untuk memaafkan, merenung, untuk berbagi cinta dan kehangatan. Muslim atau bukan Muslim, kami ikut merasakan kepedihan para korban dan keluarga korban," sambung Asfar.
Pada Senin (1/8) sore, warga kota Trondheim berduyun-duyun menghadiri pemakaman salah satu korban serangan teror Breivik, seorang remaja berusia 17 tahun keturunan Turki bernama Gizem Dogan. (kw/afp/IE)
Sumber
http://www.eramuslim.com/berita/dunia/setelah-serangan-teror-apa-makna-ramdan-bagi-muslim-norwegia.htm
Serangan Teroris Kristen Norwegia Bisa Menjadi Blue Print Bagi Anti Islam Lainnya
Serangan membabi-buta di Oslo oleh seorang Anders Behring Breivik, |
Seorang pejabat keamanan tinggi Jerman memperingatkan bahwa serangan teror yang baru-baru ini terjadi di Norwegia bisa berfungsi sebagai cetak biru untuk anti-Islam militan lainnya di seluruh Eropa.
"Ini bisa berfungsi sebagai cetak biru untuk para peniru, dari sudut pandang seorang teroris Kristen Anders Breivik telah cermat dan hati-hati mempertimbangkan bagaimana untuk menghindari dari layanan keamanan, ini adalah perhatian ekstrim bagi kita sekarang," kata Alexander Eisvogel, wakil presiden lembaga anti-teroris Jerman dalam sebuah wawancara dengan majalah Der Spiegel.
Anders Behring Breivik, yang membunuh 77 orang dalam serangan bom dan senjata di Norwegia pada 22 Juli, telah meninggalkan manifesto setebal 1.500-halaman di internet tentang bagaimana ia telah merencanakan pertumpahan darah tanpa menarik perhatian banyak polisi.
Menurut manifesto, ia berharap menggunakan aksi pembunuhan sebagai kesempatan "pemasaran" pandangan ekstremisnya.
Breivik menyatakan sikap dan pandangan anti-Islamnya. Dia sebelumnya dinyatakan melakukan beberapa diskusi dengan para anggota Liga Pertahanan Inggris, yang merupakan kelompok rasis dan anti-Muslim yang berbasis di Inggris.
Kamis pekan lalu, polisi Jerman menyita senjata dan amunisi dalam serangan di yang diduga milik kelompok ekstremis sayap kanan di negara bagian selatan Jerman Baden Wuerttemberg.
Banyak analis percaya, Barat begitu terobsesi dengan apa yang mereka sebut ekstrimis Islam sehingga mengabaikan aksi terorisme dari warga negaranya sendiri.(fq/prtv)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar